Rabu, 29 Agustus 2012

PENYELAMATAN TUKIK YANG TERDAMPAR

BANDARLAMPUNG – Terdamparnya ratusan tukik (anak penyu) sisik (eretmochelys imbricata) di Pantai Teluk Harapan, Panjang Selatan, Bandarlampung, sejak Kamis (26/5) lalu langsung menuai perhatian dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung.
Sayang, BKSDA belum bisa berbuat banyak karena keterbatasan anggaran. Satuan kerja tersebut mengakui action yang bisa dilakukan saat ini hanya dengan meminta masyarakat untuk lebih peduli atas penyelamatan satwa langka yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Ekosistem Sumber Daya Alam Hayati itu.
Kepala BKSDA Lampung Supriyanto mengatakan, langkah pertama sebagai upaya penyelamatan satwa tersebut adalah berkoordinasi dengan Kelompok Nelayan Bahari Mandiri Teluk Harapan dan LSM Mitra Bentala.
’’Kami belum berani mendanai penangkaran satwa langka itu. Tetapi, kami sudah koordinasikan untuk mengupayakan perlindungan sementaranya,” terang dia kemarin (27/5).
    Supriyanto juga menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja keras kelompok nelayan, termasuk Mitra Bentala, yang memiliki komitmen tinggi dalam penyelamatan jenis penyu yang terancam punah itu.
’’Sekali lagi terima kasih atas kepedulian dan informasi yang diberikan. Kami berupaya keras, walaupun kondisi BKSDA sulit untuk mem-back up sepenuhnya,” ujar dia.
Saat ini BKSDA hanya bisa berharap Pemprov Lampung, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan, merespons cepat masalah ini. Begitu pula dengan Pemkot Bandarlampung, agar tidak hanya duduk manis melihat kondisi ini.
Dengan adanya sharing pengelolaan dan penyelamatan satwa langka ini, ke depan bermanfaat bagi pengembangan daerah itu sendiri. BKSDA berjanji secepatnya mengajukan anggaran ke pemerintah pusat sebagai upaya penyelamatan. Jika upaya ini direspons, paling tidak pada 2012 kawasan itu bisa dibangun tempat penangkaran yang bisa membantu mencegah kepunahan.      
’’Realisasinya mudah-mudahan pada 2012. Sekarang ini BKSDA berharap kondisi itu jangan sampai dibiarkan. Toh jika dikelola dengan baik, ini akan menjadi sumber potensi, pengelolaan ekowisata yang hasilnya bisa masuk pendapatan asli daerah seperti di Bali,” beber Supriyanto.
    Ditambahkannya, penyu sisik termasuk dalam famili cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam genusnya. Spesies ini memiliki distribusi di seluruh dunia, dengan dua subspesies di Atlantik dan Pasifik. Eretmochelys imbricata adalah subspesies di Atlantik. Sedangkan eretmochelys bissa imbricata adalah subspesies di wilayah Indo-Pasifik.
’’Lampung harus bangga bahwa kawasan baharinya merupakan salah satu kawasan yang paling pas untuk pengembangan dan perlindungan penyu sisik,” kata dia.
Diketahui, ratusan ekor anak penyu sisik terdampar di Pantai Teluk Harapan. Sayang, hanya 25 ekor tukik yang mampu diselamatkan dan ditangkar pada tempat penangkaran sementara di Kelompok Nelayan Bahari Mandiri Teluk Harapan di Jalan Selat Malaka 3 No. 52, Panjang Selatan.
Buyung Ridwan, community organizer LSM Mitra Bentala untuk wilayah Panjang, mengatakan, ratusan ekor anak penyu sisik tersebut terbawa arus angin barat serta tumpukan sampah dari laut Teluk Lampung sehingga terdampar di kawasan eks lokalisasi itu.
’’Sebenarnya sudah terdampar sejak pekan lalu. Tetapi banyak dari tukik itu yang mati terkena limbah atau ditangkap kemudian dijual, sehingga sedikit yang berhasil diselamatkan,’’ jelas Buyung.
Ketua Kelompok Nelayan Bahari Mandiri Teluk Harapan Herman Nasir menambahkan, setiap tahun, terlebih di bulan Juni sampai Agustus, ratusan ekor anak penyu sisik terhanyut ke pantai tersebut. ’’Mereka terbawa arus. Mungkin asalnya dari sekitar Pulau Legundi, Pulau Tegal, atau pulau lainnya,” kata dia. (ful/c1/fik)

SUNGGUH UNIK TELAH DITEMUKAN "KELUARGA BARU AMFIBI TANPA KAKI"


Peneliti yang sedang menggali lumpur di timur laut India telah menemukan satu keluarga baru amfibi tanpa kaki. Penemuan ilmiah yang ditulis dalam laporan mendetil Rabu (22/2) termasuk sangat jarang terjadi.

Mahluk tanpa buntut penggali tanah ini ditemukan oleh sekelompok ilmuwan yang sudah bekerja selama lima tahun di desa-desa terpencil negara bagian India, termasuk Sikkim, Arunachal Pradesh, dan Nagaland.

"Analisis DNA sudah membuktikan bahwa mahluk ini adalah keluarga baru," kata SD Biju, profesor di University of Delhi yang memimpin anggota tim dari Inggris dan Belgia, kepada AFP.

"Kerusakan habitat adalah masalah besar untuk amfibi di seluruh dunia, dan temuan seperti ini membuktikan bahwa kita harus melindungi lingkungan untuk menyelamatkan kehidupan yang belum kita ketahui," kata dia.

Menurut Biju, pencarian mahluk mirip cacing ini sangat menantang. Ia dan timnya harus menggali dengan sekop di 250 lokasi berbeda.
Mahluk bernama Chikilidae ini berukuran panjang 20 cm dan kadang menggali sampai 25 cm ke dalam tanah.

Chikilidae, berasal dari bahasa lokal suku Garo, adalah yang ke-10 ditemukan dari grup amfibi caecilian.

"Penemuan ini membuktikan bahwa kawasan timur laut India sangat kaya dari sisi satwa dan ekosistem," kata Biju. "Kita harus belajar lebih banyak tentang kawasan ini."

Laporan penelitian temuan juga menyebut salah satu ancaman akan amfibi tanpa kaki yang tak berbahaya ini adalah penduduk lokal melihat mereka sebagai ular berbahaya. Temuan ini sudah diterbitkan di jurnal penelitian Proceedings B dari Royal Society of London.(Isy)

PEMBINAAN KEPADA PEDAGANG / PENGUMPUL DAN PENANGKAR TSL DI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2011 DI TAMAN WISATA LEMBAH HIJAU


Balai KSDA Lampung mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan dan satwa liar di Provinsi Lampung. Kewajiban ini dilakukan setiap tahunnya dengan harapan agar pelaku usaha yang memanfaatkan TSL tidak menyalahi peraturan yang berlaku di bidang konservasi. Hal ini sesuai amanat dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar serta Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK.09/IV/Set-3/2008 tentang Pedoman Penangkaran / Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan tahun ini dilakukan di taman satwa Lembah Hijau yang juga merupakan salah satu peserta dalam pembinaan tersebut karena terdaftar sebagai penangkar dan mempunyai taman satwa yang telah memiliki ijin dari Menteri Kehutanan RI sebagai Lembaga Konservasi.
Kegiatan pembinaan yang dilakukan pada tanggal 15 Maret tahun 2011 ini secara resmi dibuka oleh kepala Balai KSDA Lampung bapak Ir. Supriyanto dan dalam sambutannya beliau menyampaikan beberapa hal yang menjadi maksud dan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini yaitu antara lain :
1.  Meningkatkan sikap dan kepribadian yang disiplin para Pedagang, Pengumpul, dan Penangkar Tumbuhan dan Satwa Liar yang taat terhadap peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sehingga dapat menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.
2.     Meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, pemahaman, dan penghayatan mengenai prinsip-prinsip konservasi terhadap tumbuhan dan satwa liar sehingga  akan menunjang keberhasilan pekerjaan sehari-hari.
3. Meningkatkan kesadaran peserta di bidang konservsi satwa liar dalam rangka mewujudkan peran serta, tanggung jawab dan perhatian yang lebih besar terhadap kegiatan-kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
4.  Mampu membawa perubahan terhadap tingkah laku, sikap dan cara berpikir ke arah yang lebih positif mengenai kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga mau berperan aktif di dalamnya.
Sedangkan materi yang disampaikan pada kesempatan itu berturut-turut adalah Kebijakan di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya oleh Bapak Balai KSDA Lampung Ir. Supriyanto, Tata Usaha Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar oleh bapak Joko Susilo, A. Md staf Balai KSDA Lampung, Persyaratan menjadi pengumpul / pengedar, penangkar dan Lembaga Konservasi oleh ibu Rikha Aryanie Surya, S. Hut, MP fungsional PEH Balai KSDA Lampung, Tata Cara Penyusunan Laporan Dari Pedagang / Pengumpul, Penangkar TSL dan Lembaga Konservasi oleh bapak Wibisono, BBA staf Balai KSDA Lampung, Pengenalan Biota Laut Jenis Koral / Karang Hias di Provinsi Lampung oleh ibu Endang L. Widyastuti, P. hD dosen Universitas Lampung dan Menjaga Kesehatan Satwa dan Mencegah Terjadinya Penularan Virus Kepada Petugas Dalam Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) oleh bapak drh. K. Sudaryatmo Kepala Puskeswan Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar Lampung.
Acara ini berlangsung cukup menarik terumata pada sesi diskusi di mana peserta sangat perhatian dengan konservasi dan memberikan masukan-masukan yang positif untuk upaya konservasi yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat maupun instansi terkait.
Pada acara ini Kepala Balai KSDA Lampung sekaligus melakukan pengukuhan Forum Komunikasi Penangkar, Pengumpul dan Pedagang yang sudah terbentuk pada kegiatan pembinaan tahun sebelemnya. Forum ini bertujuan antara lain untuk mengkoordinir semua masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan dan satwa liar di Provinsi Lampung agar terkontrol dan saling memberi informasi dan bersinergi dengan pemerintah untuk melaksanakan kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Indonesia dan khususnya di Provinsi Lampung.
Susunan kepengurusan forum ini adalah sebagai berikut :
Ketua
Wakil
Sekretaris
Bendahara
:
:
:
:
M. Irwan Nasution (Taman Satwa Lembah Hijau )
Ir Gunadi D W, M.Si (UNILA)
Hasta Syarif P, SE (Taman Satwa Bumi Kedaton)
Ir. Hi. Agung Rusyanto (Gula Putih Mataram)       
Seksi-seksi    ;
Lembaga Konservasi
Penangkar
Transplantasi
Pengumpul/Pedagang
Kesehatan Satwa
:
:
:
:
:
Tomo Rachmadi (Taman Satwa Bumi Kedaton)
Slamet Riyadi (Great Giant Pineaple)
Tukino ( Tropical Aqua World)
Yusmianto (Pengumpul Reptil)
drh. Rifki Fabilah (Taman Satwa Lembah Hijau)

PROSES KELAHIRAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI TAMAN SATWA BUMI KEDATON BERAKHIR DUKA


 

Bumi Kedaton merupakan salah satu Lembaga Konservasi dalam bentuk taman satwa yang ada di Provinsi Lampung telah mendapatkan ijin sebagai Lembaga Konservasi dari Menteri Kehutanan pada tahun 2006 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 525/Menhut-II/2006 tanggal 30 November 2006 tentang Pemberian Ijin Sebagai Lembaga Konservasi Dalam Bentuk Taman Satwa Kepada PT. Bumi Kedaton.

  Salah satu satwa koleksi yang ada di Taman Satwa Bumi Kedaton adalah jenis Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang didatangkan dari Kebun Binatang Ciantar, Medan, Sumatera Utara pada tahun 2007 dengan jumlah sebanyak 2 (dua) ekor (1ekor jantan dan 1 ekor betina).

  Pada perkembangannya di Taman Satwa Bumi Kedaton cukup bagus sehingga mengalami proses perkawinan, hamil hingga melahirkan. Awalnya diketahui bahwa Harimau betina mengalami menstruasi pada tanggal 16 November 2010 oleh petugas pengelola, pada tanggal 27 Desember 2010 diperkirakan telah positif hamil. Mendapat kabar gembira ini, perhatian ekstra dari pengelola terus ditingkatkan dan konsultasi medis terus dilakukan oleh pengelola untuk menjaga janin yang ada dalam kandungan Harimau betina agar tetap sehat. Atas saran dokter hewan, pemberian vitamin untuk kesehatan sang “ibu” terus ditingkatkan.

  Akhirnya hari bahagia yang ditunggu-tunggu oleh semua pemerhati konservasi Harimau untuk melihat hadirnya dua ekor makhluk hidup baru yang akan lahir dari rahim Harimau betina di Taman Satwa Bumi Kedaton tiba-tiba terjadi pada tanggal 20 Januari 2011 yakni proses melahirkan. Hari lahirnya Harimau ini lebih cepat dari perkiraan tim medis yang seharusnya lahir pada akhir Februari 2011 atau awal Maret 2011 karena masa kehamilan Harimau Sumatera adalah sekitar 103 hari.

  Meskipun demikian, harapan kita hanya satu, cepat atau lambat / bahkan lebih cepat lebih baik asalkan kelahiran itu selamat dan sehat untuk menambah jumlah daftar satwa liar jenis Harimau Sumatera di negeri ini, khususnya di Taman Satwa Bumi Kedaton.

  Namun hari bahagia yang ditunggu itu berubah menjadi duka. Ya, duka itu menyelimuti semua pencinta satwa liar jenis Harimau Sumetra di mana pun berada utamanya pengelola Taman Satwa Bumi Kedaton dan Balai KSDA Lampung, karena terjadi kelahiran yang prematur / abnormal sehingga anak sang Harimau mati.

  Ya meskipun anaknya telah tiada, namun kita harus berbesar hati dan percaya bahwa kehidupan dan kematian adalah rahasia Sang Pencipta. Maka usaha dan perhatian kita akan konservasi Harimau Sumatera harus tetap ditingkatkan melalui upaya konservasi in-situ maupun ex-situ. Terlebih untuk Lembaga Konservasi Bumi Kedaton jangan sampai putus asa / semangat untuk memberikan perhatian kepada satwa Harimau di Taman satwa Bumi Kedaton. Semoga di hari yang akan datang kelahirannya selamat.

  Klasifikasi Ilmiah Harimau Sumatera; Kerajaan : Animalia, Filum : Chordata, Kelas : Mamalia, Ordo : Carnivora, Famili : Felidae, Genus : Panthera, Spesies : Panthera tigris, Upaspesies : Panthera tigris sumatrae. (by: SX).

BUDIDAYA GAHARU


 

Gaharu Secara umum 

 

Gaharu sebenarnya bukan nama tumbuhan, tetapi gaharu ialah bagian hasil dari jenis tanaman pohon berkayu di hutan. Kata gaharu sendiri berasal dari beberapa istilah bahasa yaitu harum dari melayu, aguru dari bahasa sanskerta yang artinya kayu berat (tenggelam dalam air). Gaharu ialah salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang umumnya dihasilkan oleh jenis pohon dari suku Thymelaceae. Gaharu memiliki mutu yang sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena mengandung resin yang harum baunya. Pada umumnya masyarakat telah menyebut tanaman penghasil gaharu sebagai pohon gaharu dan itu sudah diterima secara umum oleh semua pelaku bisnis gaharu (Kelin Tarigan, 2004)

Umumnya gaharu digunakan untuk bahan baku industri parfum, wangian dan kosmetika, bahan keperluan ritual / peribadatan salah satu agama dan bahan baku obat-obatan yaitu sebagai anti asmatik, anti mikroba, stimulan kerja syaraf, obat sakit perut, penghilang rasa sakit, obat kanker, obat ginjal, obat lever dan obat malaria (Parman, 2002).

Dengan nilai komersial yang demikian tinggi, volume perdagangan gaharu semakin meningkat. Permintaan pasar internasional terhadap gaharu dari tahun ke tahun terus bertambah. Menurut Sumarna, 2002 dan Susilo, 2003, volume ekspor gaharu Indonesia pada periode 1990-1998 sebanyak 165 ton dengan nilai US$ 2.000.000 dan meningkat sebanyak 456 ton dengan nilai US$ 2.200.000 pada periode 1999-2000. Namun pada periode 2000-2002 volume ekspor menurun 30 ton dengan nilai US$ 600.000 karena gaharu sulit didapat.
Menurut data Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Departemen Kehutanan RI, realisasi ekspor gaharu dari Indonesia sejak tahun 1997-September 2001 cenderung lebih menurun. Data menurunnya realisasi ekspor gaharu tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Realisasi Ekspor Gaharu Tahun 1997-2001
Tahun
Aquilaria malacensis
(Ton)
Aquilaria filaria
(Ton)
Jumlah
(Ton)
1997
284.986
43.510
328.496
1998
148.236
165.072
313.308
1999
74.616
233.570
308.186
2000
81.079
163.773
144.852
2001
59.069
125.000
184.069

Sejak tahun 1994 CITES menetapkan tanaman penghasil gaharu jenis Aquilaria malaccacensis termasuk APENDIX II, yaitu jenis tanaman yang terancam punah. Kekhawatiran akan terjadinya kepunahan terhadap jenis tanaman penghasil gaharu ini merupakan satu masalah karena selain disebabkan oleh eksploitasi yang terus menerus juga belum tersedianya teknologi budidaya yang efisien sehingga terjadi ketidakseimbangan antara laju eksploitasi dan ketersediaan bibit untuk penanaman kembali. Selama ini pemanfaatan gaharu masih diambil langsung dari alam yang diambil secara illegal oleh pemburu gaharu dan intensitas pemungutan yang relatif tinggi khususnya terhadap gaharu berkualitas tinggi dengan tidak memperhatikan upaya pelestarian (Sumarna, 2002).

Tingginya harga hasil produk gaharu di pasar luar negeri dan dalam negeri merupakan salah satu peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat juga sebagai salah satu sumber penambah devisa negara. Permasalahannya adalah bagaimana dapat mengendalikan atau menghentikan ketergantungan masyarakat terhadap pemanfaatan gaharu dari alam untuk beralih ke pola budidaya. Untuk menghasilkan produk gaharu dalam waktu kurang dari sepuluh tahun diperlukan pengelolaan dengan teknologi budidaya yang tepat, meskipun secara tradisional juga menghasilkan gaharu dan yang membedakan adalah kualitas dan kuantitasnya. Sementara itu konsekuensi dari penerapan teknologi budidaya pada pengelolaan kebun gaharu juga ada permasalahan yaitu mengenai biaya pengeluaran yang juga tinggi. Untuk  itu diperlukan suatu analisis biaya untuk kelayakan usaha budidaya gaharu agar menjadi dasar perhitungan bagi petani. Semua tahapan kegiatan dalam setiap usaha budidaya gaharu memerlukan biaya seperti halnya penyediaan bibit. Penyediaan bibit gaharu yang diperbanyak secara konvensional baik secara generatif maupun vegetatif tetap dilakukan oleh masyarakat maupun instansi terkait untuk pengembangan gaharu di alam maupun di kebun-kebun masyarakat sebagai upaya untuk menjaga

  Botani Tanaman Gaharu

Pohon penghasil gaharu merupakan tanaman tingkat tinggi dengan taksonomi atau klasifikasinya sebagai berikut :
Kingdom
(kerajaan)
:
Plantae
(tumbuhan)
Divisio
(divisi)
:
Spermatophyta
(tumbuhan berbiji)
Sub Divisio
(anak divisi)
:
Angiospermae
(tumbuhan biji tertutup)
Class
(kelas)
:
Dicotyledoneae
(berbiji belah dua)
Sub Class
(anak kelas)
:
Dialypetalae
(bebas daun mahkota)
Ordo
(bangsa)
:
Myrtales
(daun tunggal duduk bersilang)
Family
(suku)
:
Thymelaceae
(gelam berserabut jala)
Genus
(keluarga)
:
Ada 8 Keluarga yaitu : 1. Aquilaria, 2. Wisktroemia,
3. Gonyitylus, 4.Gyrinops, 5. Dalbergia, 6. Enkleia, 7. Excoccaria, 8. Aetoxylon.
Species
(jenis)
:
Pohon pengahasil gaharu ada 17 species / jenis
meliputi 1. Aquilaria malaccensis, 2. A. hirta, 3. A. microcarpa, 4. A. filaria,            5. A. beccariana, 7. A. agalocha, 8. Aetoxylon sympethaluum, 9. Enkleia malaccensis, 10. Gonystylus banccanus, 11. Gonystylus macrophyllus, 12. Wisktroemia androsaemofolia, 13. Wisktroemia polyantha, 14. Wisktroemia tenuriamis,
15. Gyrinops cumingiana, 16. Dalbergia parvifolia,    17. Excoccaria agalocha.
Dari taksonomi di atas dapat diketahui bahwa gaharu itu dapat dihasilkan oleh beberapa genus dan beberapa species tumbuhan, sehingga pohon penghasil gaharu ini mempunyai morphologi yang beragam. Ciri khas pohon penghasil gaharu khususnya jenis Aquilaria malacensis adalah seperti penjelasan di bawah ini.

Batang dan Cabang
Tinggi pohon mencapai 40 meter, diameter batang 60 centi meter. Permukaan batang licin, warna keputihan, kadang beralur, kayunya agak keras (foto terlampir).

Daun
Bentuk daunnya lonjong agak memanjang, bagian ujung daun meruncing. Tepi daun tegak, agak bergelombang dan melengkung, permukaan atas bawah licin dan mengkilap. Panjang daun 6-8 centi meter, lebar 3-3,5 centi meter. Tulang daun sekunder 12-16 pasang jika daun mengering berwarna abu-abu kehijauan (foto terlampir).

Bunga
Bunga terdapat di ujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Mahkota bunga berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm berwarna hijau kekuningan atau putih dan berbau harum.

Buah
Buah berbentuk kapsul / bulat telur atau agak lonjong, panjang sekitar 4 centi meter, lebar 2 centi meter dengan kulit agak keras. Setiap buah mengandung 1-2 biji/benih atau lebih. Bentuk biji bulat telur dengan warna coklat-kehitaman berukuran sekitar 1 centi meter, biji tertutup rapat oleh rambut coklat-kemerahan. Biji bersifat rekalsitran atau cepat berkecambah (foto terlampir).

Syarat Tempat Tumbuh
Tanaman penghasil gaharu (Aquilaria malacensis Lamk) dapat tumbuh pada daerah hutan dataran rendah, lereng-lereng bukit dengan ketinggian 0-750 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 2000 - 4000 mili meter per tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 24 derajat celcius hingga 32 derajat celcius dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70 persen.

Jenis tanah yang sesuai adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4,0 hingga 6,0. Sebaran pertumbuhannya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Nama lokal di Sumatera yaitu Akhir, Gaharu, Garu, Halim (Bahasa Lampung), Alim, Karas, Kareh, Mengkaras, Seringak. Sedangkan nama lokal di Kalimantan disebut  Baru, Gambil, Sigi-Sigi.


Teknis Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu Jenis Aquilaria malacensis

Penyiapan dan pengolahan lahan
Penanaman gaharu diawali dengan persiapan lahan dan pengolahan lahan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah agar penyerapan hara oleh akar tanaman menjadi lebih mudah. Pembudidayaan tanaman penghasil gaharu termasuk membutuhkan modal yang besar (capital intensive), artinya dengan luas yang sama maka modal dan biaya tanaman penghasil gaharu akan lebih besar daripada tanaman lain. Tetapi profit gaharu satu hektar akan jauh lebih besar dibandingkan profit satu hektar tanaman lain.

Namun sebelum persiapan lahan dan pengolahan lahan, terlebih dahulu harus dilakukan pembibitan di persemaian jika bibitnya berasal dari persemaian sendiri. Tetapi jika bibit langsung dibeli dari penangkar bibit, maka langkah selanjutnya adalah penentuan jarak tanam, membuat lubang tanam, pengangkutan bibit, penanaman bibit hingga pemupukan.

Penanaman bibit
Bibit yang sudah disiapkan sebelumnya melalui perbanyakan secara generatif yaitu membibitkan sendiri dari biji ataupun melalui cabutan bibit dari indukan pohon yang ditanam di polibag kemudian diangkut ke lokasi penanaman. Jarak tanam gaharu bermacam-macam antara lain 4 meter x 5 meter, 5 meter x 5 meter, 3 meter x 3 meter, 3 meter x 4 meter, 3 meter x 5 meter sesuai dengan kondisi lahan. Lubang tanam dapat dibuat dengan ukuran 10-20 centi meter sesuai ukuran polibag kemudian bekas galian lapisan atas ditimbunkan ke dalam lubang tanam karena tanah lapisan atas ini mengandung humus.

Langkah-langkah penanaman bibit adalah :
-         Plastik polibag dibuka dengan hati-hati agar tanah dan bibit tidak terpisah sehingga akan lebih mudah utnuk ditanam dan lebih cepat tumbuh.
-         Bibit dimasukkan bersama media dengan posisi tegak lurus, ditimbun dengan tanah top soil dan pupuk organik di sekeliling lubang, ditekan perlahan-lahan sampai tanah padat.
-         Bila ada bibit yang tumbuh tidak lurus, dapat diluruskan kemudian diikat pada ajir tanam dengan menggunakan tali atau serat bahan alami.
-         Bibit disiram dengan air secukupnya.
-         Pada permulaan tanam sebaiknya diberi pelindung dengan daun kelapa atau daun pinang.

Pemberian pupuk
Tanaman yang telah ditanam kemudian diberi pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang atau dapat juga dengan menggunakan pupuk anorganik seperti NPK.
Langkah-langkah pemupukan adalah :
-         Waktu pemberian pupuk. Waktu pemupukan untuk tanaman keras termasuk tanaman penghasil gaharu sebaiknya pada permulaan musim hujan sehingga pemberian pupuk hanya dua atau tiga kali dalam setahun.
-         Cara pemberian pupuk. Pemberian pupuk organik ditabur di sekeliling pohon kemudian ditutupi dengan tanah. Sedangkan untuk pupuk NPK dengan cara menabur di sekeliling pohon, dengan cara menugal tanah di empat titik di sekeliling pohon. Setelah ditabur kemudian ditutupi dengan tanah.






-         Dosis pemupukan. Dosis pupuk berubah atau bertambah sesuai dengan umur tanaman.
-         Jenis pupuk. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK atau pupuk organik.
Tabel 2.
Jenis Pupuk dan Dosis serta Waktu Pemupukan sejak Ditanam Sampai Tanaman Penghasil Gaharu Umur Satu Tahun

Umur Tanaman
(Bulan)
Jenis Pupuk
Dosis Pupuk per Pohon
(gram)
Waktu tanam
NPK
20


Organik
5.000

2

NPK
20

3

NPK
20

4

NPK
20

5

NPK
20

6

NPK
20



Organik
5.000

7

NPK
20

8

NPK
20

9

NPK
20

10

NPK
20

11

NPK
30

12

NPK
30

Jumlah pupuk
pada tahun I
NPK
Organik
300
10.000
gram
gram







Selama satu tahun pupuk yang diperlukan untuk pemupukan satu tanaman penghasil gaharu adalah NPK sebanyak 300 gram yang diberikan 12 kali dan pupuk organik sebanyak 10 kilo gram dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali. Meskipun dalam kenyataannya di lapangan tidak seideal yang tersaji pada Tabel 1 di atas, namun tabel tersebut merupakan pedoman untuk pemberian pupuk pada tanaman penghasil gaharu pada tahun pertama.

Tabel 3.
Jenis Pupuk dan Dosis serta Waktu Pemupukan Tanaman Penghasil Gaharu Setelah Berumur Satu Tahun Sampai Panen

Umur tanaman
(bulan)
Jenis Pupuk
Dosis Pupuk per pohon
(kg)
14

NPK
Organik
¼
10

16

NPK
¼

18

NPK
¼

20

NPK
¼

22

NPK
¼

24

NPK
¼

27

NPK
¼

30

NPK
¼

33

NPK
¼

36

NPK
Organik
¼
5

39

NPK
¼

42

NPK
¼

45

NPK
¼

48

NPK
Organik
¼
5

51

NPK
¼

54

NPK
¼

57

NPK
¼

60

NPK
Organik
¼
5

63

NPK
¼

66

NPK
¼

69

NPK
¼

72

NPK
¼

Jumlah pupuk
tahun ke-II
s.d tahun ke-VI
NPK
Organik
7,5
25
kg
kg

Setelah tanaman penghasil gaharu berumur 5 tahun dosis pupuk NPK dikurangi, sesudah tanaman penghasil gaharu berumur 6 tahun tidak perlu diberi pupuk organik sebab pada umur 6 tahun tanaman penghasil gaharu sudah mulai dibor atau disuntik karenanya hara mulai dikurangi agar produksi gubal makin banyak.

4.2.4 Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan atau pengendalian gulma, penggemburan tanah, pengendalian hama dan penyakit dan pemangkasan.
-         Pengendalian gulma. Umumnya setelah dilakukan penanaman tanaman penghasil gaharu di areal perkebunan, tidak lama kemudian tumbuh tanaman pengganggu atau gulma. Pertumbuhan gulma akan mengganggu tanaman penghasil gaharu karena bersaing memperbutkan unsur hara yang tersedia dalam tanah. Jumlah gulma begitu banyak yang tumbuh di sekeliling tanaman penghasil gaharu sehingga dipastikan tanaman penghasil gaharu akan kalah bersaing sehingga mengalami gangguan pertumbuhan karena kekurangan unsur hara yang akhirnya mati. Karena itu pemberantasan gulma segera dilakukan untuk mencegah gangguan pertumbuhan pada tanaman penghasil gaharu karena adanya persaingan unsur hara dalam tanah. Interval pemberantasan gulma tergantung pada kecepatan tumbuhnya rumput di kebun, apabila makin cepat tumbuh gulma, maka makin cepat pula dilakukan pemberantasan.

Meskipun pemberantasan gulma harus lebih cepat, namun perlu diperhatikan bahwa dalam pemberantasan gulma di kebun agar tidak dilakukan dengan menggunakan cangkul dan racun rumput (round-up) sebab jika dengan menggunakan cangkul dikhawatirkan cangkulannya akan merusak perakaran tanaman penghasil gaharu itu sendiri. Sedangkan menggunakan racun rumput (round-up) dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Untuk itu disarankan supaya pemberantasan gulma cukup dengan dicabut atau dibabat.

-         Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit terus dilakukan hingga tanaman berumur 4-5 tahun. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan gejala yang ada pada tanaman di kebun. Hama pada gaharu antara lain hama pemakan daun (Spodoptera sp), kutu putih yang serangannya sering diikuti jamur Fusarium sp yang menginfeksi pohon yang kemudian terbentuk gaharu. Rayap (Coptotermes sp) yang menggerek pohon dari kulit ke arah horizontal lalu membuat lubang ke arah vertikal akhirnya merusak kayu. Sedangkan penyakit pada tanaman penghasil gaharu ialah penyakit rebah di pembibitan yang disesbabkan oleh jamur, penyakit bulai dan keriting yang diduga disebabkan oleh virus ditularkan melalui serangga dan sering terdapat di pembibitan.

-         Pemangkasan. Setiap pemilik kebun tanaman penghasil gaharu tentu mengharapkan tanamannya tumbuh dengan baik yaitu batang bebas cabang yang ideal sehingga pada saatnya nanti dilakukan pengeboran untuk memasukkan jamur pembentuk gaharu akan lebih mudah. Dengan demikian tanaman harus dilakukan pemangkasan pada umur 1-4 tahun dengan memotong cabang-cabang bagian bawah ditinggalkan 4-10 cabang atas sesuai dengan umurnya.

4.2.5 Penyuntikan pohon gaharu untuk memasukan jamur pembentuk gubal

Penyuntikan pada tanaman penghasil gaharu adalah salah satu cara untuk mempercepat proses pembentukan gaharu pada tanaman penghasil gaharu dengan menginfeksikan jamur (umumnya jamur Fusarium sp) pada pohon dengan cara dibor. Jamur ini berfungsi untuk merangsang tanaman agar merespon dengan mengeluarkan penangkal yang bentuknya berupa resin beraroma yang diproduksi oleh alkaloid sel. Resin berwarna cokelat itu melindungi sel-sel tanaman dari serangan mikroba supaya luka/kerusakan akibat serangan mikroba tidak meluas ke jaringan lain. Namun adanya resin pada jaringan hidup yang terus menumpuk itu justru menutupi dan menghambat fungsi jaringan tanaman untuk pengangkutan unsur hara ke bagian tanaman lainnya sehingga berujung pada terbentuknya gaharu dan pada akhirnya tanaman akan mati karena mengalami kekurangan hara.
-         Syarat pohon yang akan dibor. Pohon yang akan dibor harus pohon yang bagus atau pertumbuhannya bagus dengan umur di atas 6 tahun, diameter batang di atas 10 cm, keadaan sekitarnya cukup teduh agar kelembaban cukup tinggi.
-         Peralatan dan bahan. Alat dan bahan yang dipersiapkan adalah bor kayu (mata bor berdiameter 13 mm), spidol permanen, kapas dan pinset, lilin lunak, meteran, alkohol 70 persen, bibit gubal gaharu / jamur.
-         Cara penyuntikan. Penyuntikan diperlukan keterampilan khusus karena harus memanjat pohon dengan membawa beberapa peralatan inokulan, kemudian melakukan pengeboran secara vertikal dengan memperkirakan kedalaman bor satu per tiga (1/3) diameter pohon dan memasukkan jamur ke dalam lubang bor. Batang pohon yang akan disuntik diukur dan diberi tanda dengan spidol, jarak lubang pertama adalah 20 centi meter dari permukaan tanah, jarak antara satu tempat bor dengan lainnya adalah 10 centi meter, mata bor dan lubang bor disterilkan dengan alkohol, lubang bor dibuat sepertiga lingkaran pohon dan mata bor selalu dibersihkan dengan alkohol setiap kali setelah membuat satu lubang bor atau sebelum membuat lubang bor selanjutnya, arah lubang miring sekitar 30 derajat  ke arah tanah, segera masukkan bibit gubal atau jamur ke dalam lubang jangan sampai lubang menjadi kering, tekan dengan spatula yang telah disterilkan sebelumnya, tutup lubang dengan lilin lunak agar terhindar dari masuknya air hujan. Sekali sebulan perlu dikontrol penutup lubang.
-         Memasukkan jenis jamur pembentuk gubal gaharu. Setelah pengeboran, secepatnya langsung memasukkan jenis jamur / inokulan ke dalam lubang bor kemudian ditutup dengan lilin. Jenis jamur yang umumnya digunakan ialah Fusarium lateritium (menurut Fakultas Pertanian Universitas Mataram / UNRAM). Namun demikian menurut hasil penelitian Badan Penelitian Pengembangan Kehutanan Bogor, menemukan bahwa semua jenis jamur Fusarium dapat menghasilkan gubal gaharu. Beberapa jenis jamur pembentuk gubal gaharu antara lain Cytosphaera malaccensis yang merupakan hasil isolasi dari gubal yang terbentuk pada batang gaharu Aquilaria malaccensis, Phialophora parasitica, mikoriza abuskular vesikular, torula cylindrocephalum, gonoderma lucidium, Eupicoccum granulosum, fusarium lateritium, Fusarium popullaria, Fusarium rhinocladeilla, Fusarium rizoctonia, Fusarium oxysporium, Fusarium bulbigenum, Fusarium botryodiplodia, Lasiodiplodia sp, Libertella sp, Tricoderma sp, Thielaviopsis sp, Phytium sp, Scytalidium sp.
-         Evaluasi pasca penyuntikan. Untuk mengetahui keberhasilan penyuntikan, maka dilakukan evaluasi setelah tiga bulan penyuntikan, tepat di atas atau di bawah tempat penyuntikan dibor lagi untuk melihat apakah bekas pada bor warnanya sudah menjadi coklat dan bila dibakar sudah mengeluarkan bau yang wangi, maka menunjukkan bahwa penyuntikan berhasil. Jika hasil evaluasi belum berhasil, maka perlu dilakukan penyuntikan ulang.

4.2.6 Panen dan pasca panen

-         Tanda-tanda pohon siap panen. Secara fisiologis, terbentuknya gubal gaharu ditandai dengan kondisi pohon yaitu daun pada tajuk pohon sudah menguning bertahap yang mirip dengan tanda adanya penyakit, daun yang menguning mulai rontok, ranting kehilangan daun dan mulai mengering, secara fisik proses pertumbuhan terhenti, kulit batang mengering dan kehilangan kadar air. Ranting dan cabang mulai meranggas dan mudah patah, batang, serta berwarna putih berserat coklat kehitaman dengan teras kayu merah kecoklatan atau hitam. Bila dikupas dan dibakar akan berbau aroma harum yang khas.
-         Cara panen. Ada dua cara panen yaitu panen berkala dan panen total. Panen berkala ialah teknik panen yang dilakukan dengan cara pengerukan atau pengupasan bagian kayu yang sudah terbentuk gubal. Sedangkan panen total ialah pemanenan pada pohon yang sudah mati seluruhnya untuk diambil bagian-bagiannya yaitu batang, cabang, ranting dan akar. Pohon ditebang dan akarnya digali, batang dipotong-potong, kemudian dikuliti, dipisahkan gubal gaharu dengan kemedangan.
-         Pasca panen. Biasanya pasca panen, gaharu langsung dikumpulkan oleh petani budidaya, pengusaha, penampung produk dan eksportir. Gaharu yang telah dipanen kemudian dilakukan seleksi berdasarkan kelas. Penentuan kelas gaharu adalah syarat untuk menentukan mutu dan harga jual. Kulaitas gaharu dibagi atas tiga kelompok yaitu Gubal, Kemedangan, Abu/Bubuk. Produk gaharu tersebut masih dibagi lagi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN) menjadi beberapa kelas yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Mutu Produk Gaharu
No.
Klasifikasi dan
Kelas Mutu
Warna
Kandungan
Damar
Wangi
Aroma
1
2
3
4
5
A
Gubal



A1
Mutu Utama (U) setara
dengan mutu super
Hitam merata
Tinggi
Kuat
A2
Mutu Pertama (I) setara
dengan mutu AB
Hitam coklat
Cukup
Kuat
A3
Mutu Kedua (II) setara
dengan Sabah Supuer (SB1)
Hitam kecoklatan
Sedang
Agak kuat
B
Kemedangan



B1
Mutu I setara TG-A
(TG-A = tanggung A)
Coklat kehitaman
Tinggi
Agak kuat
B2
Mutu II setara SB1
Coklat bergaris hitam
Cukup
Agak kuat
B3
Mutu III setara TAB
(TA-B = tanggung AB)
Coklat bergaris putih
Sedang
Agak kuat
B4
Mutu IV setara TG-C
(TG-C = tanggung C)
Coklat bergaris putih
Sedang
Agak kuat
B5
Mutu V setara M1
(M1=kemedangan 1)
Kecoklatan bergaris putih lebar
Sedang
Kurang kuat
B6
Mutu VI setara M2
(M2=kemedangan 2)
Putih keabuan garis hitam tipis
Kurang
Kurang kuat
B7
Mutu VII setara mutu M3
(M3=kemedangan 3)
Putih keabuan
Kurang
Kurang kuat
C
Abu



C1
Mutu Utama (U)
Hitam
Tinggi
Kuat
C2
Mutu Pertama (I)
Coklat kehitaman
Sedang
Sedang
C3
Mutu Kedua (II)
Putih kecoklatan atau kekuningan
Kurang
Kurang kuat

Keterangan : Aroma akan diketahui setelah gaharu dibakar (sumber : Dewan Standarisasi Nasional)

4.3 Analisis Biaya

Secara ekonomis kegiatan usaha budidaya tanaman penghasil gaharu sangat menguntungkan bagi pemilik kebun dalam beberapa tahun kemudian. Tetapi hasil itu perlu dibuktikan dengan analisis kelayakan usaha sehingga seseorang yang hendak menekuni usaha budidaya tanaman penghasil gaharu akan merasa lebih yakin tentang keuntungan itu. Kebun tanaman penghasil gaharu yang dimiliki oleh masyarakat di desa Way Suluh Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat merupakan kebun yang dikelola secara sederhana atau tradisonal dengan tenaga kerja dalam keluarga sendiri dan lahan kebunnya juga milik sendiri. Namun demikian untuk melihat tingkat kelayakannya maka untuk tnaga kerja dalam keluarga dan lahan tetap diperhitungkan sebagai tenaga kerja luar keluarga dan sewa.

Berdasarkan data yang dihimpun, kebun gaharu milik masyarakat di desa Way Suluh ini  sebanyak 24 orang dengan luasan berbeda-beda yaitu antara 2.000 meter persegi sampai dengan 1 hektar dan jarak tanam menggunakan 5 meter x 4 meter. Dengan demikian jumlah pohon gaharu yang terdapat di dalam kebun ini pun berbeda-beda dan berumur di atas 10 tahun sehingga analisis ini hanya menggunakan waktu 8 tahun karena merupakan waktu yang paling intensif untuk dilakukan pemeliharaan dan kegiatan lainnya yang banyak mengeluarkan biaya sesuai dengan data pada masing-masing kebun yang dimiliki oleh masyarakat, nilai perkiraan per pohon yang menghasilkan gaharu kelas gubal 3 kilo gram, kelas kemedangan 30 kilo gram dan kelas abu / bubuk 50 kilo gram. Pengujian kelayakan usaha ini disesuaikan dengan daerah di Krui yang merupakan tempat penjualan gaharu dari masyarakat kepada pengumpul/pembeli dengan harga untuk kelas gubal Rp. 500.000 per kilo gram, kelas kemedangan Rp. 75.000 per kilo gram dan kelas abu / bubuk Rp. 15.000 per kilo gram.

Sebelum dilakukan perhitungan biaya pengeluaran dan penerimaan berdasarkan data di atas, terlebih dahulu dilakukan perhitungan standar biaya yang seharusnya diperlukan untuk investasi budidaya gaharu seperti pada Tabel 5.

Tabel 5.
Analisis Biaya Usaha Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk)

Tahun
Jenis Kebutuhan /
Kebutuhan
Jumlah
Satuan
Harga
Per
Satuan
(Rp)
Total
Harga
(Rp)
1
2
3
4
5
A.
Penerimaan




I.
Biaya Produksi :





1. Luas lahan
1
ha
-
-

2. Jumlah tenaga kerja
pengolahan lahan
5
orang
-
-

3. Lama waktu
pengolahan lahan
10
hari
-
-

4. Biaya pengolahan lahan
50
HOK
25.000
1.250.000

5. Pengadaan bibit
500
batang
10.000
5.000.000

6. Jumlah tenaga kerja tanam
10
orang
-
-

7. Lamanya waktu tanam
1
hari
-
-

8. Biaya penanaman
10
HOK
25.000
250.000

4. Pupuk NPK
150
kg
4.000
600.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

6. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
5
orang
-
-

7. Waktu Pemeliharaan
96
kali



8. Biaya pemeliharaan
96
HOK
25.000
1.200.000

Jumlah Tahun I :
9.100.000

1
2
3
4
5
II.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
750
kg
4.000
3.000.000

5. Pupuk kompos
10
ton
400.000
4.000.000

Jumlah Tahun II :
8.200.00
III.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
500
kg
4.000
2.000.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

Jumlah Tahun III :
5.200.000
IV.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi
pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
1.000
kg
4.000
4.000.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

Jumlah Tahun IV :
7.200.000
V.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi
pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
1.000
kg
4.000
4.000.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

Jumlah Tahun V :
7.200.000
VI.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi
pemeliharaan
96
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
HOK
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
500
kg
4.000
4.000.000

5. Inokulan
1
paket
15.000.000
15.000.000

6. Biaya penyuntikan
500
pohon
50.000
25.000.000

Jumlah Tahun VI :
45.200.000

1
2
3
4
5
VII
-



-







Jumlah Tahun VII :
-






VIII.
Biaya panen :
500
pohon
50.000
25.000.000

Jumlah Tahun VIII :
25.000.000




Jumlah Tahun I s.d VIII :
98.900.000
B.
Penerimaan





Hasil produksi
gaharu (60%) :
500
pohon



1. Kelas gubal
500
kg
2.000.000
1.000.000.000

2. Kelas kemedangan
5.000
kg
150.000
750.000.000

3. Kelas abu / bubuk
7.500
kg
50.000
375.000.000
Jumlah :
2.125.000.000
C.
Keuntungan (B-A) :



2.116.000.000















Dari perkiraan analisis biaya pada Tabel 5, dapat dihitung keuntungan bersih usaha budidaya tanaman penghasil gaharu dalam satu hektar adalah jumlah penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan selama pengelolaan yaitu 2.125.000.000 - 98.900.000 = 2.116.000.000. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa penerimaan bersih (profit) yang diperoleh cukup besar sehingga usaha ini sangat layak.

Perhitungan di atas tidak memperhitungkan waktu yaitu waktu yang dikorbankan selama 7 tahun dan selama 6 tahun tidak ada penerimaan sehingga perlu dibuat analisis Net Present Value atau NPV (nilai bersih sekarang) dengan tingkat bunga (discount faktor = df) tertentu. Pada pirnsipnya uang yang diterima 1.000.000 hari ini lebih berharga dari pada uang 1.000.000 yang diterima dua tahun kemudian. Dengan demikian secara singkat dapat dipakai rumus sebagai berikut :


df = 1/(1+i)t
 

i = tingkat bunga per tahun, t = lama waktu (tahun)

Dengan perkiraan rata-rata tingkat bunga uang 12 persen per tahun, maka nilai uang 1.000.000 setelah dua tahun mendatang = 1.000.000 x 1/(1+0,12)2 = 1.000.000 x 0,7972 = 797.200. Dari contoh di atas dapat dibuat analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) untuk budidaya tanaman penghasil gaharu dengan df = 12 persen seperti tersaji pada Tabel 6.


Tabel 6.
Analisis Net B/C Ratio Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu per Hektar dan 500 Pohon dengan df 12% per Tahun

Tahun
ke :
In Flow
Discount
PV (Bt)
Out Flow
(PV (Ct)
Factor (df)
1
0
0,8929
-
9.100.000
8.125.000
2
0
0,7972
-
8.200.000
6.536.990
3
0
0,7118
-
5.200.000
3.701.257
4
0
0,6355
-
7.200.000
4.575.730
5
0
0,5674
-
7.200.000
4.085.473
6
0
0,5066
-
45.200.000
22.899.727
7
-
0,4523
-
-
-
8
1.725.000.000
0,3606
622.052.293,0932
25.000.000
9.015.251
Jumlah :
622.052.293,0932

58.939.428

 NPV =
 PV (Bt) - PV (Ct)
B/C R =
 PV (Bt) / PV (Ct)

 =
563.112.865
=
                      10,55

                                   
Dari Tabel 6 diketahui bahwa dengan df = 12 persen per tahun maka NPV sebesar 563.112.865 dan Nilai Net B/C Ratio = 10,55. Maka untuk budidaya tanaman penghasil gaharu pada df = 12 persen per tahun masih sangat layak. Dan apabila suatu usaha disebutkan tidak layak pada df tertentu jika Net B/C Rationya <= 1.