Minggu, 05 Oktober 2014

MELIHAT SENYUM “TINEM” SATWA KBS DI LEMBAGA KONSERVASI LEMBAH HIJAU, BANDAR LAMPUNG


Masyarakat kita pasti masih ingat tentang berita satwa di Kebun Binatang Surabaya (KBS) beberapa bulan yang lalu tepatnya antara Maret sampai April 2014. Berita itu diangkat oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang mempermasalahkan pemindahan satwa dari KBS ke beberapa lembaga konservasi di Indonesia termasuk Lembah Hijau, Lampung. Berita itu dengan cepat mendapat perhatian dari berbagai kalangan utamanya media masa yang terus menerus memberitakannya.

Terlepas dari apa tujuan yang hendak dicapai dengan mempermasalahkan penitipan satwa tersebut, satwa dari KBS itu kini telah menetap nyaman di tempatnya yang baru di beberapa lembaga konservasi salah satunya Lembaga Konservasi Lembah Hijau, Lampung. Pemindahan satwa dari KBS dikarenakan adanya over populasi sehingga diperlukan pengurangan untuk menjaga keseimbangan populasi dan memudahkan penanganan. Pemindahannya ke Lembah Hijau, Lampung sudah prosedural sebab dilengkapi dengan beberapa data dan dokumen pendukung yaitu berita acara pemeriksaan teknis kandang yang merupakan sarana prasarana kandang yang harus dipersiapkan oleh pihak penerima, rekomendasi kepala Balai KSDA Lampung, persetujuan menteri, dokumen pengangkutan (SATS DN) dan BA serah terima.
Satwa dari KBS yang ditipkan di Lembah Hijau, Lampung yaitu :
1.
Kambing Gunung (Ammotragus lervia)
4 ekor
2.
Rusa Bawean (Axis kuhlii)
3 ekor
3.
Kangguru Tanah (Wallabia agillis)
2 ekor
4.
Banteng (Bos javanicus)
2 ekor
5.
Orang Utan (Pongo pygmaeus)
2 ekor
6.
Kijang (Muntiacus muntjak)
3 ekor
7.
Sitatungga (Tragelaphus spekei)
3 ekor
8.
Babi Rusa (Babyrousa babyrussa)
2 ekor
9.
Pelican (Pelicanus conspicillatus)
10 ekor
10.
Ibis Putih Kepala Hitam (Threkiomis melanocephalus)
4 ekor
11.
Pecuk Padi Hitam (Phalacrocorax sulcirostris)
4 ekor

Jumlah :
39 ekor

Satwa-satwa tersebut di Lembah Hijau mendapatkan fasilitas yang memadai, kandang buatan yang nyaman, aman dan luas, makan minum cukup dan segarnya udara Lampung menambah lebarnya senyum alami yang terpancar dari setiap satwa KBS yang kini menjadi penghuni tetap di taman satwa lembah hijau pertanda bahwa kondisi satwa dalam keadaan sehat-sehat dan yang paling happy adalah “TINEM” nama orang utan betina yang selalu senyum seolah menyapa kepada siapa saja pengunjung yang datang.

PENANGKARAN BURUNG DI LAMPUNG SEMAKIN DIGEMARI, AWALNYA HOBI SEKARANG JADI HOKI



Belakangan ini penggemar burung kicau semakin marak, tak ketinggalan pula di Lampung. Hal ini berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan  ektor usaha kecil dan menengah khususnya property yang berhubungan dengan kebutuhan burung antara lain penyediaan sangkar, pakan, aksesoris serta sektor lain yang berhubungan seperti bahan bangunan dan tenaga kerja. Tingginya penggemar di Lampung untuk menikmati indahnya kicauan satwa liar bernama burung ini akhirnya dikemas dalam berbagai kegiatan perlombaan di tingkal lokal, regional, bahkan tingkat nasional untuk memperebutkan berbagai piala, salah satunya yang paling bergengsi adalah piala Presiden Cup. Positive Impact dari perlombaan ini adalah naiknya harga tawar terhadap burung itu sendiri terutama burung yang berhasil menjadi juara dan umumnya burung tersebut langsung mendapat sanjungan dan tawaran istimewa dari para penggemar lainnya dengan harga yang fantastis. Terciptanya image tersebut maka setiap penggemar di setiap ajang perlombaan (contest) akan selalu berusaha dan saling bersaing untuk menampilkan burung kicauan terbaik dengan kualitas yang unggul.

Mempersiapkan burung dengan kualitas yang unggul dan tangguh di saat contest tidaklah mudah karena membutuhkan keseriusan untuk ”membentuk” burung tersebut menjadi yang terbaik agar tampil gagah berani dan menakutkan lawan-lawannya namun tetap menghibur saat di arena pentas.  Tidak semua orang bisa melakukannya karena hanya orang-orang tertentu ”bertangan dingin” saja yang bisa melakukan itu dan umumnya berawal dari hobi. Meskipun semua penggemar burung itu karena hobi, tetapi untuk mengembangbiakan lalu ”mencetak” menjadi burung petarung tidak bisa dilakukan oleh semua pehobi, maka trial and error sering dialami dan harus dilakukan. Percobaan tersebut pada akhirnya menemukan formulasi khusus untuk pengembangbiakan agar mendapatkan anakan yang baik untuk dijadikan ”bahan”. (Bahan adalah istilah di kalangan kicau mania tentang anakan burung untuk dilatih menjadi burung contest karena relatif lebih mudah dan berhasil).

Membaca peluang yang berkaitan dengan penyediaan bahan/burung anakan, maka dengan sendirinya akan tercipta sebuah sistem pasar yang sering kita kenal dengan istilah supply and demand. Para pehobi yang sudah menemukan formulasi untuk mengembangbiakan burung (supply) semakin bersemangat karena peluang pasar (demand) terbuka lebar namun tetap terbatas. Untuk mewujudkan penyediaan “bahan” tersebut langkah yang harus ditempuh adalah membuka usaha penangkaran burung. Di sisi lain, burung adalah satwa liar sehingga usaha menangkarkan burung harus mengikuti mekanisme perijinan yang ada di Kementerian Kehutanan yaitu Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Umumnya burung kicau yang ditangkarkan adalah jenis yang tidak dilindungi sehingga perijinannya diterbitkan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam sedangkan untuk jenis yang dilindungi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.



Di luar kepentingan memanfaatkan peluang pasar tersebut, penangkaran burung yang dilakukan oleh para pehobi adalah bagian dari upaya konservasi (ek-situ) sehingga pemerintah dalam hal ini UPT Balai KSDA Lampung yang menangani urusan konservasi di tingkat provinsi melalui tenaga teknis fungsional kehutanan terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya para pehobi burung untuk mengurus ijin penangkaran agar usaha penangkarannya menjadi resmi dan tidak melanggar aturan khususnya di bidang konservasi. Sebagian masyarakat pun mulai sadar dan akhirnya mengurus ijin agar kegiatan usaha penangkaran yang dilakukannya terdaftar secara resmi. Sebenarnya masyarakat di Lampung ini sudah banyak yang melakukan penangkaran burung tetapi belum semuanya memiliki ijin sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi petugas fungsional BKSDA Lampung khususnya PEH untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat mau mengurus ijin penangkaran. Banyaknya peredaran burung dari Lampung ke daerah lain di luar Lampung mengindikasikan bahwa penangkaran burung sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari data di BKSDA Lampung tentang permintaan masyarakat akan surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SATS-DN) khusus untuk burung dari Januari 2013 sampai dengan Agustus 2014 adalah sebanyak 112 kali dengan jumlah burung 224 ekor dan umumnya untuk keperluan lomba. Sementara penangkaran yang sudah memiliki ijin baru 6 orang yaitu :
1.    Abdul Waras beralamat di Jl. Jl. Asrama Polda Lampung LK II Rt/Rw : 020/- LK. II Kupang Kota, Teluk Betung Utara Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
2.    Adit Niko beralamat Jl. Imam Bonjol Gg. Pertamina Kel. Langkapura, Kec. Langkapura, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
3.    Muhammad Kadafi, S.H., M.H. beralamat di Jl. Pramuka No. 27, Kelurahan Kemiling Permai, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
4.    Ir. Sunardi, M.M. beralamat di Jl. Letjen Ryacudu, Gang Darussalam No. 20, Way Dadi, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
5.    Irwandi beralamat di Asrama Polsekta Sukarame Rt/Rw : 017/- Harapan Jaya, Sukarame, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
6.    Mulyanto beralamat di Pringsewu.

Setiap orang yang ingin memulai suatu usaha biasanya selalu terbayang dampak negatif yakni kegagalan. Sama halnya dengan usaha penangkaran burung, ketika memutuskan untuk memulai usaha penangkaran burung tidak secara terencana karena berbagai pertimbangan diantaranya yang utama adalah faktor berhasil tidaknya usaha tersebut jika dibangun langsung dengan modal yang besar. Oleh sebab itu awalnya akan dimulai dari hobi memelihara satu atau dua ekor, setelah ada hasil baru dilakukan peningkatan dan perluasan usaha dengan membangun berbagai fasilitas kandang dan kelengkapannya yang lebih memadai untuk kegiatan produksi dan reproduksi. Usaha penangkaran burung di Lampung saat ini semakin digemari seperti yang diutarakan oleh Mas Yanto salah satu penangkar burung di Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pengalamannya memulai usaha penangkaran burung yang ditekuninya 3 tahun lalu berawal hanya hobi namun sekarang jadi hoki karena hanya dengan sedikit sentuhan perawatan ”tangan dingin” pria dengan nama lengkap Mulyanto ini burung penangkarannya akan berhasil menambah individu-individu baru dari setiap jenis burung yang ditangkarkannya, yang artinya juga akan menambah income bagi pria yang tampil dengan rambut keriting panjang ini.

Maka yakinlah kita bahwa hasil dari ketekunan berusaha adalah memanen dan menikmati hasilnya. Setidaknya itulah ungkapan yang tepat untuk mengapresiasi ketekunan dan keuletan yang dilakukan oleh  mas Yanto yang sudah berhasil menangkarkan beberapa jenis burung untuk dijadikan ”bahan”. Keuletannya pantas untuk dicontoh agar setiap orang yang ingin membangun usaha tidak mudah putus asa, sebab setiap usaha jika dikerjakan dengan tekun akan memberikan hasil, meskipun harus mengalami jatuh bangun dan itulah yang terjadi.


***Salam Lestari***

BUDIDAYA GAHARU MEMBERI HARAPAN BARU UNTUK PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT SEKTOR KEHUTANAN



 Gaharu sebenarnya bukan nama tumbuhan, tetapi gaharu ialah bagian hasil dari jenis pohon berkayu di hutan. Kata gaharu sendiri berasal dari beberapa istilah bahasa yaitu harum dari melayu, aguru dari bahasa sanskerta yang artinya kayu berat (tenggelam dalam air). Gaharu ialah salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang umumnya dihasilkan oleh jenis pohon dari suku Thymelaceae. Gaharu memiliki mutu yang sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena mengandung resin yang harum. Pada umumnya masyarakat telah menyebut tumbuhan penghasil gaharu sebagai pohon gaharu dan itu sudah diterima secara umum oleh semua pelaku bisnis gaharu (Kelin Tarigan, 2004).

 

Umumnya manfaat gaharu adalah untuk bahan baku industri parfum, wangian dan kosmetika, bahan keperluan ritual / peribadatan salah satu agama dan bahan baku obat-obatan yaitu sebagai anti asmatik, anti mikroba, stimulan kerja syaraf, obat sakit perut, penghilang rasa sakit, obat kanker, obat ginjal, obat lever dan obat malaria (Parman, 2002).

Dari manfaat itu nilai komersial gaharu semakin tinggi dan permintaan pasar lokal maupun internasional cukup besar, sehingga menggiurkan bagi pelaku usaha untuk mengumpulkan gaharu sebanyak-banyaknya guna memenuhi permintaan pasar. Akibatnya eksploitasi gaharu yang masih tergantung dari alam semakin tidak terkendali. Sebagai antisipasi untuk mengontrol perdagangan gaharu, sejak tahun 1994 CITES menetapkan tumbuhan penghasil gaharu jenis Aquilaria malaccacensis dan jenis yang lainnya termasuk APENDIX II, yaitu jenis tumbuhan yang terancam punah. Sedangkan untuk mengantisipasi kekhawatiran akan terjadinya kepunahan gaharu di alam, masyarakat (pelaku usaha) saat ini banyak yang sudah melakukan budidaya yaitu penanaman, pemeliharaan dan pengembangbiakan di kebun ataupun pekaranagn rumah.

Masyarakat di Provinsi Lampung saat ini banyak yang sudah menanam tumbuhan gaharu di lahan garapannya karena yakin dengan peluang pasar yang begitu besar bagi perdagangan gaharu dan yakin bahwa budidaya gaharu akan memberi harapan baru bagi peningkatan ekonomi keluarga dari sektor kehutanan. Untuk mendukung upaya masyarakat tersebut, Balai KSDA Lampung sejak tahun 2013 sudah melakukan pendataan tumbuhan gaharu yang dibudidayakan di lahan masyarakat di beberapa tempat yang ada di Provinsi Lampung dan tindaklanjutnya diberikan ijin penangkaran atau budidaya tumbuhan gaharu dari Balai KSDA Lampung kepada setiap masyarakat yang membudidayakan tumbuhan gaharu dan ini dilakukan untuk memberi kepastian secara hukum bahwa hasil gaharu yang nantinya diperdagangkan oleh masyarakat betul-betul berasal dari hasil budidaya dan bukan berasal dari alam, serta akan memudahkan masyarakat saat pengurusan ijin untuk keperluan jual beli baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Usaha budidaya tumbuhan gaharu yang dilakukan oleh masyarakat meliputi beberapa tahapan budidaya yaitu :

1.    Penyiapan dan pengolahan lahan
Penanaman gaharu diawali dengan persiapan lahan dan pengolahan lahan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah agar penyerapan hara oleh akar tumbuhan gaharu menjadi lebih mudah. Pembudidayaan tumbuhan penghasil gaharu termasuk membutuhkan modal yang besar (capital intensive), artinya dengan luas yang sama maka modal dan biaya tumbuhan penghasil gaharu akan lebih besar daripada tumbuhan lain. Tetapi profit gaharu satu hektar akan jauh lebih besar dibandingkan profit satu hektar tanaman lain.

2.    Penanaman bibit
Bibit yang sudah disiapkan sebelumnya melalui perbanyakan secara generatif yaitu membibitkan sendiri dari biji ataupun melalui cabutan bibit dari indukan pohon yang ditanam di polibag kemudian diangkut ke lokasi penanaman. Jarak tanam gaharu bermacam-macam antara lain 4 meter x 5 meter, 5 meter x 5 meter, 3 meter x 3 meter, 3 meter x 4 meter, 3 meter x 5 meter sesuai dengan kondisi lahan. Lubang tanam dapat dibuat dengan ukuran 10-20 centi meter sesuai ukuran polibag kemudian bekas galian lapisan atas ditimbunkan ke dalam lubang tanam karena tanah lapisan atas ini mengandung humus dan pemumpukan selanjutnya dianjurkan menggunakan pupuk organik.

3.    Pemberian pupuk
Tanaman yang telah ditanam kemudian diberi pupuk dan dianjurkan dengan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang dengan waktu pemupukan sebaiknya pada permulaan musim hujan sehingga pemberian pupuk hanya dua atau tiga kali dalam setahun yaitu ditabur di sekeliling pohon kemudian ditutupi dengan tanah.

4.    Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan meliputi pengendalian gulma, pengedalian hama dan penyakit serta pemangkasan.

5.    Penyuntikan pohon gaharu untuk memasukan jamur pembentuk gubal
Penyuntikan pada tumbuhan penghasil gaharu adalah salah satu cara untuk mempercepat proses pembentukan gaharu dengan menginfeksikan jamur (umumnya jamur Fusarium sp) pada pohon dengan cara dibor. Jamur ini berfungsi untuk merangsang tanaman agar merespon dengan mengeluarkan penangkal yang bentuknya berupa resin beraroma yang diproduksi oleh alkaloid sel. Resin berwarna cokelat itu melindungi sel-sel tanaman dari serangan mikroba supaya luka/kerusakan akibat serangan mikroba tidak meluas ke jaringan lain. Namun adanya resin pada jaringan hidup yang terus menumpuk itu justru menutupi dan menghambat fungsi jaringan tanaman untuk pengangkutan unsur hara ke bagian tanaman lainnya sehingga berujung pada terbentuknya gaharu dan pada akhirnya tumbuhan akan mati karena mengalami kekurangan hara. Pohon yang akan dibor harus pohon yang bagus atau pertumbuhannya bagus dengan umur di atas 6 tahun, diameter batang di atas 10 cm, keadaan sekitarnya cukup teduh agar kelembaban cukup tinggi.

6.    Panen dan pasca panen
Secara fisiologis, terbentuknya gubal gaharu ditandai dengan kondisi pohon yaitu daun pada tajuk pohon sudah menguning yang mirip dengan tanda adanya penyakit, daun yang menguning mulai rontok, ranting kehilangan daun dan mulai mengering, secara fisik proses pertumbuhan terhenti, kulit batang mengering dan kehilangan kadar air. Ranting dan cabang mulai meranggas dan mudah patah, batang, serta berwarna putih berserat coklat kehitaman dengan teras kayu merah kecoklatan atau hitam. Bila dikupas dan dibakar akan berbau aroma harum yang khas. Pemanenen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu panen berkala dan panen total. Panen berkala ialah teknik panen yang dilakukan dengan cara pengerukan atau pengupasan bagian kayu yang sudah terbentuk gubal. Sedangkan panen total ialah pemanenan pada pohon yang sudah mati seluruhnya untuk diambil bagian-bagiannya yaitu batang, cabang, ranting dan akar. Pohon ditebang dan akarnya digali, batang dipotong-potong, kemudian dikuliti, dipisahkan gubal gaharu dengan kemedangan. Pasca panen, biasanya gaharu langsung dikumpulkan oleh petani budidaya, pengusaha, penampung produk dan eksportir. Gaharu yang telah dipanen kemudian dilakukan seleksi berdasarkan kelas mutu gaharu yaitu Gubal, Kemedangan, Abu/Bubuk.

Semoga Bermanfaat.