Minggu, 05 Oktober 2014

BUDIDAYA GAHARU MEMBERI HARAPAN BARU UNTUK PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT SEKTOR KEHUTANAN



 Gaharu sebenarnya bukan nama tumbuhan, tetapi gaharu ialah bagian hasil dari jenis pohon berkayu di hutan. Kata gaharu sendiri berasal dari beberapa istilah bahasa yaitu harum dari melayu, aguru dari bahasa sanskerta yang artinya kayu berat (tenggelam dalam air). Gaharu ialah salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang umumnya dihasilkan oleh jenis pohon dari suku Thymelaceae. Gaharu memiliki mutu yang sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena mengandung resin yang harum. Pada umumnya masyarakat telah menyebut tumbuhan penghasil gaharu sebagai pohon gaharu dan itu sudah diterima secara umum oleh semua pelaku bisnis gaharu (Kelin Tarigan, 2004).

 

Umumnya manfaat gaharu adalah untuk bahan baku industri parfum, wangian dan kosmetika, bahan keperluan ritual / peribadatan salah satu agama dan bahan baku obat-obatan yaitu sebagai anti asmatik, anti mikroba, stimulan kerja syaraf, obat sakit perut, penghilang rasa sakit, obat kanker, obat ginjal, obat lever dan obat malaria (Parman, 2002).

Dari manfaat itu nilai komersial gaharu semakin tinggi dan permintaan pasar lokal maupun internasional cukup besar, sehingga menggiurkan bagi pelaku usaha untuk mengumpulkan gaharu sebanyak-banyaknya guna memenuhi permintaan pasar. Akibatnya eksploitasi gaharu yang masih tergantung dari alam semakin tidak terkendali. Sebagai antisipasi untuk mengontrol perdagangan gaharu, sejak tahun 1994 CITES menetapkan tumbuhan penghasil gaharu jenis Aquilaria malaccacensis dan jenis yang lainnya termasuk APENDIX II, yaitu jenis tumbuhan yang terancam punah. Sedangkan untuk mengantisipasi kekhawatiran akan terjadinya kepunahan gaharu di alam, masyarakat (pelaku usaha) saat ini banyak yang sudah melakukan budidaya yaitu penanaman, pemeliharaan dan pengembangbiakan di kebun ataupun pekaranagn rumah.

Masyarakat di Provinsi Lampung saat ini banyak yang sudah menanam tumbuhan gaharu di lahan garapannya karena yakin dengan peluang pasar yang begitu besar bagi perdagangan gaharu dan yakin bahwa budidaya gaharu akan memberi harapan baru bagi peningkatan ekonomi keluarga dari sektor kehutanan. Untuk mendukung upaya masyarakat tersebut, Balai KSDA Lampung sejak tahun 2013 sudah melakukan pendataan tumbuhan gaharu yang dibudidayakan di lahan masyarakat di beberapa tempat yang ada di Provinsi Lampung dan tindaklanjutnya diberikan ijin penangkaran atau budidaya tumbuhan gaharu dari Balai KSDA Lampung kepada setiap masyarakat yang membudidayakan tumbuhan gaharu dan ini dilakukan untuk memberi kepastian secara hukum bahwa hasil gaharu yang nantinya diperdagangkan oleh masyarakat betul-betul berasal dari hasil budidaya dan bukan berasal dari alam, serta akan memudahkan masyarakat saat pengurusan ijin untuk keperluan jual beli baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Usaha budidaya tumbuhan gaharu yang dilakukan oleh masyarakat meliputi beberapa tahapan budidaya yaitu :

1.    Penyiapan dan pengolahan lahan
Penanaman gaharu diawali dengan persiapan lahan dan pengolahan lahan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah agar penyerapan hara oleh akar tumbuhan gaharu menjadi lebih mudah. Pembudidayaan tumbuhan penghasil gaharu termasuk membutuhkan modal yang besar (capital intensive), artinya dengan luas yang sama maka modal dan biaya tumbuhan penghasil gaharu akan lebih besar daripada tumbuhan lain. Tetapi profit gaharu satu hektar akan jauh lebih besar dibandingkan profit satu hektar tanaman lain.

2.    Penanaman bibit
Bibit yang sudah disiapkan sebelumnya melalui perbanyakan secara generatif yaitu membibitkan sendiri dari biji ataupun melalui cabutan bibit dari indukan pohon yang ditanam di polibag kemudian diangkut ke lokasi penanaman. Jarak tanam gaharu bermacam-macam antara lain 4 meter x 5 meter, 5 meter x 5 meter, 3 meter x 3 meter, 3 meter x 4 meter, 3 meter x 5 meter sesuai dengan kondisi lahan. Lubang tanam dapat dibuat dengan ukuran 10-20 centi meter sesuai ukuran polibag kemudian bekas galian lapisan atas ditimbunkan ke dalam lubang tanam karena tanah lapisan atas ini mengandung humus dan pemumpukan selanjutnya dianjurkan menggunakan pupuk organik.

3.    Pemberian pupuk
Tanaman yang telah ditanam kemudian diberi pupuk dan dianjurkan dengan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang dengan waktu pemupukan sebaiknya pada permulaan musim hujan sehingga pemberian pupuk hanya dua atau tiga kali dalam setahun yaitu ditabur di sekeliling pohon kemudian ditutupi dengan tanah.

4.    Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan meliputi pengendalian gulma, pengedalian hama dan penyakit serta pemangkasan.

5.    Penyuntikan pohon gaharu untuk memasukan jamur pembentuk gubal
Penyuntikan pada tumbuhan penghasil gaharu adalah salah satu cara untuk mempercepat proses pembentukan gaharu dengan menginfeksikan jamur (umumnya jamur Fusarium sp) pada pohon dengan cara dibor. Jamur ini berfungsi untuk merangsang tanaman agar merespon dengan mengeluarkan penangkal yang bentuknya berupa resin beraroma yang diproduksi oleh alkaloid sel. Resin berwarna cokelat itu melindungi sel-sel tanaman dari serangan mikroba supaya luka/kerusakan akibat serangan mikroba tidak meluas ke jaringan lain. Namun adanya resin pada jaringan hidup yang terus menumpuk itu justru menutupi dan menghambat fungsi jaringan tanaman untuk pengangkutan unsur hara ke bagian tanaman lainnya sehingga berujung pada terbentuknya gaharu dan pada akhirnya tumbuhan akan mati karena mengalami kekurangan hara. Pohon yang akan dibor harus pohon yang bagus atau pertumbuhannya bagus dengan umur di atas 6 tahun, diameter batang di atas 10 cm, keadaan sekitarnya cukup teduh agar kelembaban cukup tinggi.

6.    Panen dan pasca panen
Secara fisiologis, terbentuknya gubal gaharu ditandai dengan kondisi pohon yaitu daun pada tajuk pohon sudah menguning yang mirip dengan tanda adanya penyakit, daun yang menguning mulai rontok, ranting kehilangan daun dan mulai mengering, secara fisik proses pertumbuhan terhenti, kulit batang mengering dan kehilangan kadar air. Ranting dan cabang mulai meranggas dan mudah patah, batang, serta berwarna putih berserat coklat kehitaman dengan teras kayu merah kecoklatan atau hitam. Bila dikupas dan dibakar akan berbau aroma harum yang khas. Pemanenen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu panen berkala dan panen total. Panen berkala ialah teknik panen yang dilakukan dengan cara pengerukan atau pengupasan bagian kayu yang sudah terbentuk gubal. Sedangkan panen total ialah pemanenan pada pohon yang sudah mati seluruhnya untuk diambil bagian-bagiannya yaitu batang, cabang, ranting dan akar. Pohon ditebang dan akarnya digali, batang dipotong-potong, kemudian dikuliti, dipisahkan gubal gaharu dengan kemedangan. Pasca panen, biasanya gaharu langsung dikumpulkan oleh petani budidaya, pengusaha, penampung produk dan eksportir. Gaharu yang telah dipanen kemudian dilakukan seleksi berdasarkan kelas mutu gaharu yaitu Gubal, Kemedangan, Abu/Bubuk.

Semoga Bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbagi informasi untuk konservasi