Rabu, 29 Agustus 2012

BUDIDAYA GAHARU


 

Gaharu Secara umum 

 

Gaharu sebenarnya bukan nama tumbuhan, tetapi gaharu ialah bagian hasil dari jenis tanaman pohon berkayu di hutan. Kata gaharu sendiri berasal dari beberapa istilah bahasa yaitu harum dari melayu, aguru dari bahasa sanskerta yang artinya kayu berat (tenggelam dalam air). Gaharu ialah salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang umumnya dihasilkan oleh jenis pohon dari suku Thymelaceae. Gaharu memiliki mutu yang sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena mengandung resin yang harum baunya. Pada umumnya masyarakat telah menyebut tanaman penghasil gaharu sebagai pohon gaharu dan itu sudah diterima secara umum oleh semua pelaku bisnis gaharu (Kelin Tarigan, 2004)

Umumnya gaharu digunakan untuk bahan baku industri parfum, wangian dan kosmetika, bahan keperluan ritual / peribadatan salah satu agama dan bahan baku obat-obatan yaitu sebagai anti asmatik, anti mikroba, stimulan kerja syaraf, obat sakit perut, penghilang rasa sakit, obat kanker, obat ginjal, obat lever dan obat malaria (Parman, 2002).

Dengan nilai komersial yang demikian tinggi, volume perdagangan gaharu semakin meningkat. Permintaan pasar internasional terhadap gaharu dari tahun ke tahun terus bertambah. Menurut Sumarna, 2002 dan Susilo, 2003, volume ekspor gaharu Indonesia pada periode 1990-1998 sebanyak 165 ton dengan nilai US$ 2.000.000 dan meningkat sebanyak 456 ton dengan nilai US$ 2.200.000 pada periode 1999-2000. Namun pada periode 2000-2002 volume ekspor menurun 30 ton dengan nilai US$ 600.000 karena gaharu sulit didapat.
Menurut data Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Departemen Kehutanan RI, realisasi ekspor gaharu dari Indonesia sejak tahun 1997-September 2001 cenderung lebih menurun. Data menurunnya realisasi ekspor gaharu tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Realisasi Ekspor Gaharu Tahun 1997-2001
Tahun
Aquilaria malacensis
(Ton)
Aquilaria filaria
(Ton)
Jumlah
(Ton)
1997
284.986
43.510
328.496
1998
148.236
165.072
313.308
1999
74.616
233.570
308.186
2000
81.079
163.773
144.852
2001
59.069
125.000
184.069

Sejak tahun 1994 CITES menetapkan tanaman penghasil gaharu jenis Aquilaria malaccacensis termasuk APENDIX II, yaitu jenis tanaman yang terancam punah. Kekhawatiran akan terjadinya kepunahan terhadap jenis tanaman penghasil gaharu ini merupakan satu masalah karena selain disebabkan oleh eksploitasi yang terus menerus juga belum tersedianya teknologi budidaya yang efisien sehingga terjadi ketidakseimbangan antara laju eksploitasi dan ketersediaan bibit untuk penanaman kembali. Selama ini pemanfaatan gaharu masih diambil langsung dari alam yang diambil secara illegal oleh pemburu gaharu dan intensitas pemungutan yang relatif tinggi khususnya terhadap gaharu berkualitas tinggi dengan tidak memperhatikan upaya pelestarian (Sumarna, 2002).

Tingginya harga hasil produk gaharu di pasar luar negeri dan dalam negeri merupakan salah satu peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat juga sebagai salah satu sumber penambah devisa negara. Permasalahannya adalah bagaimana dapat mengendalikan atau menghentikan ketergantungan masyarakat terhadap pemanfaatan gaharu dari alam untuk beralih ke pola budidaya. Untuk menghasilkan produk gaharu dalam waktu kurang dari sepuluh tahun diperlukan pengelolaan dengan teknologi budidaya yang tepat, meskipun secara tradisional juga menghasilkan gaharu dan yang membedakan adalah kualitas dan kuantitasnya. Sementara itu konsekuensi dari penerapan teknologi budidaya pada pengelolaan kebun gaharu juga ada permasalahan yaitu mengenai biaya pengeluaran yang juga tinggi. Untuk  itu diperlukan suatu analisis biaya untuk kelayakan usaha budidaya gaharu agar menjadi dasar perhitungan bagi petani. Semua tahapan kegiatan dalam setiap usaha budidaya gaharu memerlukan biaya seperti halnya penyediaan bibit. Penyediaan bibit gaharu yang diperbanyak secara konvensional baik secara generatif maupun vegetatif tetap dilakukan oleh masyarakat maupun instansi terkait untuk pengembangan gaharu di alam maupun di kebun-kebun masyarakat sebagai upaya untuk menjaga

  Botani Tanaman Gaharu

Pohon penghasil gaharu merupakan tanaman tingkat tinggi dengan taksonomi atau klasifikasinya sebagai berikut :
Kingdom
(kerajaan)
:
Plantae
(tumbuhan)
Divisio
(divisi)
:
Spermatophyta
(tumbuhan berbiji)
Sub Divisio
(anak divisi)
:
Angiospermae
(tumbuhan biji tertutup)
Class
(kelas)
:
Dicotyledoneae
(berbiji belah dua)
Sub Class
(anak kelas)
:
Dialypetalae
(bebas daun mahkota)
Ordo
(bangsa)
:
Myrtales
(daun tunggal duduk bersilang)
Family
(suku)
:
Thymelaceae
(gelam berserabut jala)
Genus
(keluarga)
:
Ada 8 Keluarga yaitu : 1. Aquilaria, 2. Wisktroemia,
3. Gonyitylus, 4.Gyrinops, 5. Dalbergia, 6. Enkleia, 7. Excoccaria, 8. Aetoxylon.
Species
(jenis)
:
Pohon pengahasil gaharu ada 17 species / jenis
meliputi 1. Aquilaria malaccensis, 2. A. hirta, 3. A. microcarpa, 4. A. filaria,            5. A. beccariana, 7. A. agalocha, 8. Aetoxylon sympethaluum, 9. Enkleia malaccensis, 10. Gonystylus banccanus, 11. Gonystylus macrophyllus, 12. Wisktroemia androsaemofolia, 13. Wisktroemia polyantha, 14. Wisktroemia tenuriamis,
15. Gyrinops cumingiana, 16. Dalbergia parvifolia,    17. Excoccaria agalocha.
Dari taksonomi di atas dapat diketahui bahwa gaharu itu dapat dihasilkan oleh beberapa genus dan beberapa species tumbuhan, sehingga pohon penghasil gaharu ini mempunyai morphologi yang beragam. Ciri khas pohon penghasil gaharu khususnya jenis Aquilaria malacensis adalah seperti penjelasan di bawah ini.

Batang dan Cabang
Tinggi pohon mencapai 40 meter, diameter batang 60 centi meter. Permukaan batang licin, warna keputihan, kadang beralur, kayunya agak keras (foto terlampir).

Daun
Bentuk daunnya lonjong agak memanjang, bagian ujung daun meruncing. Tepi daun tegak, agak bergelombang dan melengkung, permukaan atas bawah licin dan mengkilap. Panjang daun 6-8 centi meter, lebar 3-3,5 centi meter. Tulang daun sekunder 12-16 pasang jika daun mengering berwarna abu-abu kehijauan (foto terlampir).

Bunga
Bunga terdapat di ujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Mahkota bunga berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm berwarna hijau kekuningan atau putih dan berbau harum.

Buah
Buah berbentuk kapsul / bulat telur atau agak lonjong, panjang sekitar 4 centi meter, lebar 2 centi meter dengan kulit agak keras. Setiap buah mengandung 1-2 biji/benih atau lebih. Bentuk biji bulat telur dengan warna coklat-kehitaman berukuran sekitar 1 centi meter, biji tertutup rapat oleh rambut coklat-kemerahan. Biji bersifat rekalsitran atau cepat berkecambah (foto terlampir).

Syarat Tempat Tumbuh
Tanaman penghasil gaharu (Aquilaria malacensis Lamk) dapat tumbuh pada daerah hutan dataran rendah, lereng-lereng bukit dengan ketinggian 0-750 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 2000 - 4000 mili meter per tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 24 derajat celcius hingga 32 derajat celcius dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70 persen.

Jenis tanah yang sesuai adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4,0 hingga 6,0. Sebaran pertumbuhannya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Nama lokal di Sumatera yaitu Akhir, Gaharu, Garu, Halim (Bahasa Lampung), Alim, Karas, Kareh, Mengkaras, Seringak. Sedangkan nama lokal di Kalimantan disebut  Baru, Gambil, Sigi-Sigi.


Teknis Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu Jenis Aquilaria malacensis

Penyiapan dan pengolahan lahan
Penanaman gaharu diawali dengan persiapan lahan dan pengolahan lahan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah agar penyerapan hara oleh akar tanaman menjadi lebih mudah. Pembudidayaan tanaman penghasil gaharu termasuk membutuhkan modal yang besar (capital intensive), artinya dengan luas yang sama maka modal dan biaya tanaman penghasil gaharu akan lebih besar daripada tanaman lain. Tetapi profit gaharu satu hektar akan jauh lebih besar dibandingkan profit satu hektar tanaman lain.

Namun sebelum persiapan lahan dan pengolahan lahan, terlebih dahulu harus dilakukan pembibitan di persemaian jika bibitnya berasal dari persemaian sendiri. Tetapi jika bibit langsung dibeli dari penangkar bibit, maka langkah selanjutnya adalah penentuan jarak tanam, membuat lubang tanam, pengangkutan bibit, penanaman bibit hingga pemupukan.

Penanaman bibit
Bibit yang sudah disiapkan sebelumnya melalui perbanyakan secara generatif yaitu membibitkan sendiri dari biji ataupun melalui cabutan bibit dari indukan pohon yang ditanam di polibag kemudian diangkut ke lokasi penanaman. Jarak tanam gaharu bermacam-macam antara lain 4 meter x 5 meter, 5 meter x 5 meter, 3 meter x 3 meter, 3 meter x 4 meter, 3 meter x 5 meter sesuai dengan kondisi lahan. Lubang tanam dapat dibuat dengan ukuran 10-20 centi meter sesuai ukuran polibag kemudian bekas galian lapisan atas ditimbunkan ke dalam lubang tanam karena tanah lapisan atas ini mengandung humus.

Langkah-langkah penanaman bibit adalah :
-         Plastik polibag dibuka dengan hati-hati agar tanah dan bibit tidak terpisah sehingga akan lebih mudah utnuk ditanam dan lebih cepat tumbuh.
-         Bibit dimasukkan bersama media dengan posisi tegak lurus, ditimbun dengan tanah top soil dan pupuk organik di sekeliling lubang, ditekan perlahan-lahan sampai tanah padat.
-         Bila ada bibit yang tumbuh tidak lurus, dapat diluruskan kemudian diikat pada ajir tanam dengan menggunakan tali atau serat bahan alami.
-         Bibit disiram dengan air secukupnya.
-         Pada permulaan tanam sebaiknya diberi pelindung dengan daun kelapa atau daun pinang.

Pemberian pupuk
Tanaman yang telah ditanam kemudian diberi pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang atau dapat juga dengan menggunakan pupuk anorganik seperti NPK.
Langkah-langkah pemupukan adalah :
-         Waktu pemberian pupuk. Waktu pemupukan untuk tanaman keras termasuk tanaman penghasil gaharu sebaiknya pada permulaan musim hujan sehingga pemberian pupuk hanya dua atau tiga kali dalam setahun.
-         Cara pemberian pupuk. Pemberian pupuk organik ditabur di sekeliling pohon kemudian ditutupi dengan tanah. Sedangkan untuk pupuk NPK dengan cara menabur di sekeliling pohon, dengan cara menugal tanah di empat titik di sekeliling pohon. Setelah ditabur kemudian ditutupi dengan tanah.






-         Dosis pemupukan. Dosis pupuk berubah atau bertambah sesuai dengan umur tanaman.
-         Jenis pupuk. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK atau pupuk organik.
Tabel 2.
Jenis Pupuk dan Dosis serta Waktu Pemupukan sejak Ditanam Sampai Tanaman Penghasil Gaharu Umur Satu Tahun

Umur Tanaman
(Bulan)
Jenis Pupuk
Dosis Pupuk per Pohon
(gram)
Waktu tanam
NPK
20


Organik
5.000

2

NPK
20

3

NPK
20

4

NPK
20

5

NPK
20

6

NPK
20



Organik
5.000

7

NPK
20

8

NPK
20

9

NPK
20

10

NPK
20

11

NPK
30

12

NPK
30

Jumlah pupuk
pada tahun I
NPK
Organik
300
10.000
gram
gram







Selama satu tahun pupuk yang diperlukan untuk pemupukan satu tanaman penghasil gaharu adalah NPK sebanyak 300 gram yang diberikan 12 kali dan pupuk organik sebanyak 10 kilo gram dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali. Meskipun dalam kenyataannya di lapangan tidak seideal yang tersaji pada Tabel 1 di atas, namun tabel tersebut merupakan pedoman untuk pemberian pupuk pada tanaman penghasil gaharu pada tahun pertama.

Tabel 3.
Jenis Pupuk dan Dosis serta Waktu Pemupukan Tanaman Penghasil Gaharu Setelah Berumur Satu Tahun Sampai Panen

Umur tanaman
(bulan)
Jenis Pupuk
Dosis Pupuk per pohon
(kg)
14

NPK
Organik
¼
10

16

NPK
¼

18

NPK
¼

20

NPK
¼

22

NPK
¼

24

NPK
¼

27

NPK
¼

30

NPK
¼

33

NPK
¼

36

NPK
Organik
¼
5

39

NPK
¼

42

NPK
¼

45

NPK
¼

48

NPK
Organik
¼
5

51

NPK
¼

54

NPK
¼

57

NPK
¼

60

NPK
Organik
¼
5

63

NPK
¼

66

NPK
¼

69

NPK
¼

72

NPK
¼

Jumlah pupuk
tahun ke-II
s.d tahun ke-VI
NPK
Organik
7,5
25
kg
kg

Setelah tanaman penghasil gaharu berumur 5 tahun dosis pupuk NPK dikurangi, sesudah tanaman penghasil gaharu berumur 6 tahun tidak perlu diberi pupuk organik sebab pada umur 6 tahun tanaman penghasil gaharu sudah mulai dibor atau disuntik karenanya hara mulai dikurangi agar produksi gubal makin banyak.

4.2.4 Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan atau pengendalian gulma, penggemburan tanah, pengendalian hama dan penyakit dan pemangkasan.
-         Pengendalian gulma. Umumnya setelah dilakukan penanaman tanaman penghasil gaharu di areal perkebunan, tidak lama kemudian tumbuh tanaman pengganggu atau gulma. Pertumbuhan gulma akan mengganggu tanaman penghasil gaharu karena bersaing memperbutkan unsur hara yang tersedia dalam tanah. Jumlah gulma begitu banyak yang tumbuh di sekeliling tanaman penghasil gaharu sehingga dipastikan tanaman penghasil gaharu akan kalah bersaing sehingga mengalami gangguan pertumbuhan karena kekurangan unsur hara yang akhirnya mati. Karena itu pemberantasan gulma segera dilakukan untuk mencegah gangguan pertumbuhan pada tanaman penghasil gaharu karena adanya persaingan unsur hara dalam tanah. Interval pemberantasan gulma tergantung pada kecepatan tumbuhnya rumput di kebun, apabila makin cepat tumbuh gulma, maka makin cepat pula dilakukan pemberantasan.

Meskipun pemberantasan gulma harus lebih cepat, namun perlu diperhatikan bahwa dalam pemberantasan gulma di kebun agar tidak dilakukan dengan menggunakan cangkul dan racun rumput (round-up) sebab jika dengan menggunakan cangkul dikhawatirkan cangkulannya akan merusak perakaran tanaman penghasil gaharu itu sendiri. Sedangkan menggunakan racun rumput (round-up) dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Untuk itu disarankan supaya pemberantasan gulma cukup dengan dicabut atau dibabat.

-         Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit terus dilakukan hingga tanaman berumur 4-5 tahun. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan gejala yang ada pada tanaman di kebun. Hama pada gaharu antara lain hama pemakan daun (Spodoptera sp), kutu putih yang serangannya sering diikuti jamur Fusarium sp yang menginfeksi pohon yang kemudian terbentuk gaharu. Rayap (Coptotermes sp) yang menggerek pohon dari kulit ke arah horizontal lalu membuat lubang ke arah vertikal akhirnya merusak kayu. Sedangkan penyakit pada tanaman penghasil gaharu ialah penyakit rebah di pembibitan yang disesbabkan oleh jamur, penyakit bulai dan keriting yang diduga disebabkan oleh virus ditularkan melalui serangga dan sering terdapat di pembibitan.

-         Pemangkasan. Setiap pemilik kebun tanaman penghasil gaharu tentu mengharapkan tanamannya tumbuh dengan baik yaitu batang bebas cabang yang ideal sehingga pada saatnya nanti dilakukan pengeboran untuk memasukkan jamur pembentuk gaharu akan lebih mudah. Dengan demikian tanaman harus dilakukan pemangkasan pada umur 1-4 tahun dengan memotong cabang-cabang bagian bawah ditinggalkan 4-10 cabang atas sesuai dengan umurnya.

4.2.5 Penyuntikan pohon gaharu untuk memasukan jamur pembentuk gubal

Penyuntikan pada tanaman penghasil gaharu adalah salah satu cara untuk mempercepat proses pembentukan gaharu pada tanaman penghasil gaharu dengan menginfeksikan jamur (umumnya jamur Fusarium sp) pada pohon dengan cara dibor. Jamur ini berfungsi untuk merangsang tanaman agar merespon dengan mengeluarkan penangkal yang bentuknya berupa resin beraroma yang diproduksi oleh alkaloid sel. Resin berwarna cokelat itu melindungi sel-sel tanaman dari serangan mikroba supaya luka/kerusakan akibat serangan mikroba tidak meluas ke jaringan lain. Namun adanya resin pada jaringan hidup yang terus menumpuk itu justru menutupi dan menghambat fungsi jaringan tanaman untuk pengangkutan unsur hara ke bagian tanaman lainnya sehingga berujung pada terbentuknya gaharu dan pada akhirnya tanaman akan mati karena mengalami kekurangan hara.
-         Syarat pohon yang akan dibor. Pohon yang akan dibor harus pohon yang bagus atau pertumbuhannya bagus dengan umur di atas 6 tahun, diameter batang di atas 10 cm, keadaan sekitarnya cukup teduh agar kelembaban cukup tinggi.
-         Peralatan dan bahan. Alat dan bahan yang dipersiapkan adalah bor kayu (mata bor berdiameter 13 mm), spidol permanen, kapas dan pinset, lilin lunak, meteran, alkohol 70 persen, bibit gubal gaharu / jamur.
-         Cara penyuntikan. Penyuntikan diperlukan keterampilan khusus karena harus memanjat pohon dengan membawa beberapa peralatan inokulan, kemudian melakukan pengeboran secara vertikal dengan memperkirakan kedalaman bor satu per tiga (1/3) diameter pohon dan memasukkan jamur ke dalam lubang bor. Batang pohon yang akan disuntik diukur dan diberi tanda dengan spidol, jarak lubang pertama adalah 20 centi meter dari permukaan tanah, jarak antara satu tempat bor dengan lainnya adalah 10 centi meter, mata bor dan lubang bor disterilkan dengan alkohol, lubang bor dibuat sepertiga lingkaran pohon dan mata bor selalu dibersihkan dengan alkohol setiap kali setelah membuat satu lubang bor atau sebelum membuat lubang bor selanjutnya, arah lubang miring sekitar 30 derajat  ke arah tanah, segera masukkan bibit gubal atau jamur ke dalam lubang jangan sampai lubang menjadi kering, tekan dengan spatula yang telah disterilkan sebelumnya, tutup lubang dengan lilin lunak agar terhindar dari masuknya air hujan. Sekali sebulan perlu dikontrol penutup lubang.
-         Memasukkan jenis jamur pembentuk gubal gaharu. Setelah pengeboran, secepatnya langsung memasukkan jenis jamur / inokulan ke dalam lubang bor kemudian ditutup dengan lilin. Jenis jamur yang umumnya digunakan ialah Fusarium lateritium (menurut Fakultas Pertanian Universitas Mataram / UNRAM). Namun demikian menurut hasil penelitian Badan Penelitian Pengembangan Kehutanan Bogor, menemukan bahwa semua jenis jamur Fusarium dapat menghasilkan gubal gaharu. Beberapa jenis jamur pembentuk gubal gaharu antara lain Cytosphaera malaccensis yang merupakan hasil isolasi dari gubal yang terbentuk pada batang gaharu Aquilaria malaccensis, Phialophora parasitica, mikoriza abuskular vesikular, torula cylindrocephalum, gonoderma lucidium, Eupicoccum granulosum, fusarium lateritium, Fusarium popullaria, Fusarium rhinocladeilla, Fusarium rizoctonia, Fusarium oxysporium, Fusarium bulbigenum, Fusarium botryodiplodia, Lasiodiplodia sp, Libertella sp, Tricoderma sp, Thielaviopsis sp, Phytium sp, Scytalidium sp.
-         Evaluasi pasca penyuntikan. Untuk mengetahui keberhasilan penyuntikan, maka dilakukan evaluasi setelah tiga bulan penyuntikan, tepat di atas atau di bawah tempat penyuntikan dibor lagi untuk melihat apakah bekas pada bor warnanya sudah menjadi coklat dan bila dibakar sudah mengeluarkan bau yang wangi, maka menunjukkan bahwa penyuntikan berhasil. Jika hasil evaluasi belum berhasil, maka perlu dilakukan penyuntikan ulang.

4.2.6 Panen dan pasca panen

-         Tanda-tanda pohon siap panen. Secara fisiologis, terbentuknya gubal gaharu ditandai dengan kondisi pohon yaitu daun pada tajuk pohon sudah menguning bertahap yang mirip dengan tanda adanya penyakit, daun yang menguning mulai rontok, ranting kehilangan daun dan mulai mengering, secara fisik proses pertumbuhan terhenti, kulit batang mengering dan kehilangan kadar air. Ranting dan cabang mulai meranggas dan mudah patah, batang, serta berwarna putih berserat coklat kehitaman dengan teras kayu merah kecoklatan atau hitam. Bila dikupas dan dibakar akan berbau aroma harum yang khas.
-         Cara panen. Ada dua cara panen yaitu panen berkala dan panen total. Panen berkala ialah teknik panen yang dilakukan dengan cara pengerukan atau pengupasan bagian kayu yang sudah terbentuk gubal. Sedangkan panen total ialah pemanenan pada pohon yang sudah mati seluruhnya untuk diambil bagian-bagiannya yaitu batang, cabang, ranting dan akar. Pohon ditebang dan akarnya digali, batang dipotong-potong, kemudian dikuliti, dipisahkan gubal gaharu dengan kemedangan.
-         Pasca panen. Biasanya pasca panen, gaharu langsung dikumpulkan oleh petani budidaya, pengusaha, penampung produk dan eksportir. Gaharu yang telah dipanen kemudian dilakukan seleksi berdasarkan kelas. Penentuan kelas gaharu adalah syarat untuk menentukan mutu dan harga jual. Kulaitas gaharu dibagi atas tiga kelompok yaitu Gubal, Kemedangan, Abu/Bubuk. Produk gaharu tersebut masih dibagi lagi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN) menjadi beberapa kelas yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Mutu Produk Gaharu
No.
Klasifikasi dan
Kelas Mutu
Warna
Kandungan
Damar
Wangi
Aroma
1
2
3
4
5
A
Gubal



A1
Mutu Utama (U) setara
dengan mutu super
Hitam merata
Tinggi
Kuat
A2
Mutu Pertama (I) setara
dengan mutu AB
Hitam coklat
Cukup
Kuat
A3
Mutu Kedua (II) setara
dengan Sabah Supuer (SB1)
Hitam kecoklatan
Sedang
Agak kuat
B
Kemedangan



B1
Mutu I setara TG-A
(TG-A = tanggung A)
Coklat kehitaman
Tinggi
Agak kuat
B2
Mutu II setara SB1
Coklat bergaris hitam
Cukup
Agak kuat
B3
Mutu III setara TAB
(TA-B = tanggung AB)
Coklat bergaris putih
Sedang
Agak kuat
B4
Mutu IV setara TG-C
(TG-C = tanggung C)
Coklat bergaris putih
Sedang
Agak kuat
B5
Mutu V setara M1
(M1=kemedangan 1)
Kecoklatan bergaris putih lebar
Sedang
Kurang kuat
B6
Mutu VI setara M2
(M2=kemedangan 2)
Putih keabuan garis hitam tipis
Kurang
Kurang kuat
B7
Mutu VII setara mutu M3
(M3=kemedangan 3)
Putih keabuan
Kurang
Kurang kuat
C
Abu



C1
Mutu Utama (U)
Hitam
Tinggi
Kuat
C2
Mutu Pertama (I)
Coklat kehitaman
Sedang
Sedang
C3
Mutu Kedua (II)
Putih kecoklatan atau kekuningan
Kurang
Kurang kuat

Keterangan : Aroma akan diketahui setelah gaharu dibakar (sumber : Dewan Standarisasi Nasional)

4.3 Analisis Biaya

Secara ekonomis kegiatan usaha budidaya tanaman penghasil gaharu sangat menguntungkan bagi pemilik kebun dalam beberapa tahun kemudian. Tetapi hasil itu perlu dibuktikan dengan analisis kelayakan usaha sehingga seseorang yang hendak menekuni usaha budidaya tanaman penghasil gaharu akan merasa lebih yakin tentang keuntungan itu. Kebun tanaman penghasil gaharu yang dimiliki oleh masyarakat di desa Way Suluh Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat merupakan kebun yang dikelola secara sederhana atau tradisonal dengan tenaga kerja dalam keluarga sendiri dan lahan kebunnya juga milik sendiri. Namun demikian untuk melihat tingkat kelayakannya maka untuk tnaga kerja dalam keluarga dan lahan tetap diperhitungkan sebagai tenaga kerja luar keluarga dan sewa.

Berdasarkan data yang dihimpun, kebun gaharu milik masyarakat di desa Way Suluh ini  sebanyak 24 orang dengan luasan berbeda-beda yaitu antara 2.000 meter persegi sampai dengan 1 hektar dan jarak tanam menggunakan 5 meter x 4 meter. Dengan demikian jumlah pohon gaharu yang terdapat di dalam kebun ini pun berbeda-beda dan berumur di atas 10 tahun sehingga analisis ini hanya menggunakan waktu 8 tahun karena merupakan waktu yang paling intensif untuk dilakukan pemeliharaan dan kegiatan lainnya yang banyak mengeluarkan biaya sesuai dengan data pada masing-masing kebun yang dimiliki oleh masyarakat, nilai perkiraan per pohon yang menghasilkan gaharu kelas gubal 3 kilo gram, kelas kemedangan 30 kilo gram dan kelas abu / bubuk 50 kilo gram. Pengujian kelayakan usaha ini disesuaikan dengan daerah di Krui yang merupakan tempat penjualan gaharu dari masyarakat kepada pengumpul/pembeli dengan harga untuk kelas gubal Rp. 500.000 per kilo gram, kelas kemedangan Rp. 75.000 per kilo gram dan kelas abu / bubuk Rp. 15.000 per kilo gram.

Sebelum dilakukan perhitungan biaya pengeluaran dan penerimaan berdasarkan data di atas, terlebih dahulu dilakukan perhitungan standar biaya yang seharusnya diperlukan untuk investasi budidaya gaharu seperti pada Tabel 5.

Tabel 5.
Analisis Biaya Usaha Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk)

Tahun
Jenis Kebutuhan /
Kebutuhan
Jumlah
Satuan
Harga
Per
Satuan
(Rp)
Total
Harga
(Rp)
1
2
3
4
5
A.
Penerimaan




I.
Biaya Produksi :





1. Luas lahan
1
ha
-
-

2. Jumlah tenaga kerja
pengolahan lahan
5
orang
-
-

3. Lama waktu
pengolahan lahan
10
hari
-
-

4. Biaya pengolahan lahan
50
HOK
25.000
1.250.000

5. Pengadaan bibit
500
batang
10.000
5.000.000

6. Jumlah tenaga kerja tanam
10
orang
-
-

7. Lamanya waktu tanam
1
hari
-
-

8. Biaya penanaman
10
HOK
25.000
250.000

4. Pupuk NPK
150
kg
4.000
600.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

6. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
5
orang
-
-

7. Waktu Pemeliharaan
96
kali



8. Biaya pemeliharaan
96
HOK
25.000
1.200.000

Jumlah Tahun I :
9.100.000

1
2
3
4
5
II.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
750
kg
4.000
3.000.000

5. Pupuk kompos
10
ton
400.000
4.000.000

Jumlah Tahun II :
8.200.00
III.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
500
kg
4.000
2.000.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

Jumlah Tahun III :
5.200.000
IV.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi
pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
1.000
kg
4.000
4.000.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

Jumlah Tahun IV :
7.200.000
V.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi
pemeliharaan
48
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
kali
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
1.000
kg
4.000
4.000.000

5. Pupuk kompos
5
ton
400.000
2.000.000

Jumlah Tahun V :
7.200.000
VI.
Biaya Produksi :





1. Jumlah tenaga
kerja pemeliharaan
1
orang
-
-

2. Frekuensi
pemeliharaan
96
kali



3. Biaya pemeliharaan
48
HOK
250.000
1.200.000

4. Pupuk NPK
500
kg
4.000
4.000.000

5. Inokulan
1
paket
15.000.000
15.000.000

6. Biaya penyuntikan
500
pohon
50.000
25.000.000

Jumlah Tahun VI :
45.200.000

1
2
3
4
5
VII
-



-







Jumlah Tahun VII :
-






VIII.
Biaya panen :
500
pohon
50.000
25.000.000

Jumlah Tahun VIII :
25.000.000




Jumlah Tahun I s.d VIII :
98.900.000
B.
Penerimaan





Hasil produksi
gaharu (60%) :
500
pohon



1. Kelas gubal
500
kg
2.000.000
1.000.000.000

2. Kelas kemedangan
5.000
kg
150.000
750.000.000

3. Kelas abu / bubuk
7.500
kg
50.000
375.000.000
Jumlah :
2.125.000.000
C.
Keuntungan (B-A) :



2.116.000.000















Dari perkiraan analisis biaya pada Tabel 5, dapat dihitung keuntungan bersih usaha budidaya tanaman penghasil gaharu dalam satu hektar adalah jumlah penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan selama pengelolaan yaitu 2.125.000.000 - 98.900.000 = 2.116.000.000. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa penerimaan bersih (profit) yang diperoleh cukup besar sehingga usaha ini sangat layak.

Perhitungan di atas tidak memperhitungkan waktu yaitu waktu yang dikorbankan selama 7 tahun dan selama 6 tahun tidak ada penerimaan sehingga perlu dibuat analisis Net Present Value atau NPV (nilai bersih sekarang) dengan tingkat bunga (discount faktor = df) tertentu. Pada pirnsipnya uang yang diterima 1.000.000 hari ini lebih berharga dari pada uang 1.000.000 yang diterima dua tahun kemudian. Dengan demikian secara singkat dapat dipakai rumus sebagai berikut :


df = 1/(1+i)t
 

i = tingkat bunga per tahun, t = lama waktu (tahun)

Dengan perkiraan rata-rata tingkat bunga uang 12 persen per tahun, maka nilai uang 1.000.000 setelah dua tahun mendatang = 1.000.000 x 1/(1+0,12)2 = 1.000.000 x 0,7972 = 797.200. Dari contoh di atas dapat dibuat analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) untuk budidaya tanaman penghasil gaharu dengan df = 12 persen seperti tersaji pada Tabel 6.


Tabel 6.
Analisis Net B/C Ratio Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu per Hektar dan 500 Pohon dengan df 12% per Tahun

Tahun
ke :
In Flow
Discount
PV (Bt)
Out Flow
(PV (Ct)
Factor (df)
1
0
0,8929
-
9.100.000
8.125.000
2
0
0,7972
-
8.200.000
6.536.990
3
0
0,7118
-
5.200.000
3.701.257
4
0
0,6355
-
7.200.000
4.575.730
5
0
0,5674
-
7.200.000
4.085.473
6
0
0,5066
-
45.200.000
22.899.727
7
-
0,4523
-
-
-
8
1.725.000.000
0,3606
622.052.293,0932
25.000.000
9.015.251
Jumlah :
622.052.293,0932

58.939.428

 NPV =
 PV (Bt) - PV (Ct)
B/C R =
 PV (Bt) / PV (Ct)

 =
563.112.865
=
                      10,55

                                   
Dari Tabel 6 diketahui bahwa dengan df = 12 persen per tahun maka NPV sebesar 563.112.865 dan Nilai Net B/C Ratio = 10,55. Maka untuk budidaya tanaman penghasil gaharu pada df = 12 persen per tahun masih sangat layak. Dan apabila suatu usaha disebutkan tidak layak pada df tertentu jika Net B/C Rationya <= 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbagi informasi untuk konservasi